REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan serangan pada kilang minyak milik Saudi Aramco di Arab Saudi tidak berdampak signifikan pada ekspor minyak mentah ke Indonesia. Impor minyak dari negara tersebut tidak terlalu besar.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, ESDM Djoko Siswanto mengatakan impor minyak mentah dari Arab Saudi hanya sekitar 110 ribu barel per hari (bph). Angka ini menurutnya sangat jauh dibandingkan total produksi dari fasilitas kilang Saudi Aramco yang mencapai sebesar 13,6 juta bph.
"Tidak terganggu, impor kita dari sana itu cuma 110.000 bph, produksi Saudi Aramco 13,6 juta bph," ujar Djoko di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (19/9).
Djoko menilai, kejadian serangan diperkirakan membuat 5,7 juta bph produksi Saudi Aramco. Meski begitu, kata Djoko, masih tersisa sekira 7,9 juta bph. Djoko meyakini Saudi Aramco tetap memenuhi komitmennya dalam mengekspor minyak mentah ke negara yang sudah menjalani kontrak, termasuk Indonesia.
"Sehingga logikanya produksi dari fasilitas yang terganggu otomatis dihentikan, namun komitmen (ekspor) tetap harus dipenuhi," ucap Djoko.
Pemerintah, lanjut Djoko, juga sedang menyiapkan pengamanan pasokan minyak di dalam negeri sebagai langkah antisipasi. Djoko menyebut, pemerintah berencana membeli minyak perdana bagian dari ExxonMobil di Blok Cepu sebesar 600 ribu barel pada 20 September 2019 mendatang.
"Kalau nanti ada gangguan, kita akan beli minyak dari Exxon Mobil di Cepu. Di situ ada bagian Exxon, nanti kita beli minyaknya Exxon kalau itu terganggu," kata Djoko.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menilai apa yang terjadi di Arab Saudi tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor minyak mentah ke Indonesia.
"Kalau impor sudah komitmen tertentu, saya kira tidak ada masalah, tinggal persoalan terkait harga saja," ujar Dwi.
Dwi memandang gejolak akibat kejadian di Arab Saudi juga tidak berpengaruh besar terhadap kenaikan harga minyak dunia. Menurut Dwi, adapun kenaikan harga minyak dunia akibat gejolak politik di Timur Tengah tidak akan bertahan lama.
"Ini kan kebakaran dari fasilitas penyimpanan, kalau diperbaiki akan kembali normal, kalau dilihat dari kenaikan juga tidak banyak," ucap Dwi.