Jumat 13 Sep 2019 06:28 WIB

PPATK Dorong UU Batasi Transaksi Uang Tunai

Kehadiran UU PTUK mampu menekan jumlah operasi tangkap tangan.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Friska Yolanda
Praktik pencucian uang  (ilustrasi)
Foto: RM MAGAZINE
Praktik pencucian uang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendorong terbentuknya undang-undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK). Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan draft rancangan undang-undang (RUU) awalnya hendak diajukan tahun ini, namun urung dilakukan lantaran pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2019.

Agus meyakini, kehadiran UU PTUK mampu menekan jumlah operasi tangkap tangan (OTT).

Baca Juga

"Kalau mau kurangi jumlah OTT atau mau kurangi suap menyuap, semestinya (RUU) ini gol, kalau tujuan ciptakan negeri lebih bersih," ujar Agus di sela-sela media gathering di Gedung Pusdiklat PPATK, Depok, Jawa Barat, Kamis (12/9).

Dalam draf yang disusun, kata Agus, nantinya transaksi uang kartal dibatasi maksimal Rp 100 juta. "Semua orang tidak boleh transaksi tunai Rp 100 juta. Nanti kita akan mulai (ajukan) lagi di DPR periode baru," kata Agus. 

Meski begitu, kata Agus, dalam draft RUU yang disusun memuat sejumlah pengecualian bagi ritel, SPBU, daerah-daerah yang belum cukup tersedia infrastruktur untuk transaksi nontunai.

"Nanti pada praktiknya Bank Indonesia punya kewenangan mana-mana yang dikecualikan setelah konsultasi dengan PPATK," lanjut Agus. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement