Rabu 11 Sep 2019 18:35 WIB

Industri Tekstil Desak Pemerintah Gelar Operasi Pasar

Nilai defisit industri tekstil pada tahun 2018 lalu telah tembus 4,2 miliar dolar AS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petugas bea cukai mengamankan baju bekas selundupan
Foto: imam budi utomo
Petugas bea cukai mengamankan baju bekas selundupan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendesak pemerintah melakukan operasi pasar untuk mengawasi peredaran barang impor di pasar yang masuk secara ilegal. Perusahaan yang tergabung dalam API merupakan para produsen kain atau berada di level midstream.

"Terapkan lagi operasi pasar oleh Satgas gabungan. Banyak peraturan pemerintah yang dilanggar. Masak pakaian saja sampai diimpor," kata Sekretaris Jenderal API, Ernovian Ismi di Jakarta, Rabu (11/9).

Baca Juga

 

Ernovian mengatakan, permintaan kepada produsen lokal dari tahun ke tahun terus diakui terus mengalami penurunan. Padahal permintaan di pasar menunjukkan tren positif. Di satu sisi, perdagangan produk kain nasional juga mengalami defisit. Itu terjadi lantaran impor kain lebih besar dibanding ekspor.

Pada tahun 2017 lalu, volume impor kain mencapai 755 ribu ton sementara ekspor hanya 255 ribu ton. Penjualan kain ke produsen pakaian jadi pada tahun yang sama sebanyak 1,05 juta ton.

Volume penjualan tersebut anjlok dari posisi lima tahun sebelumnya atau tepatnya pada 2012 yang mencapai 1,3 juta ton.

Lebih lanjut, ia memaparkan, nilai defisit industri tekstil pada tahun 2018 lalu telah tembus 4,2 miliar dolar AS. Jauh meningkat dibanding posisi tahun 2010 lalu sebesar 1,84 miliar dolar AS.

Menurut Ernovian, melemahnya industri tekstil lantaran kebijakan perdagangan yang tidak mendukung. Erno mengungkapkan, kebijakan energi dari sisi harga gas juga tidak sejalan dengan keinginan industri. Padahal, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam pengembangan industri manufaktur.

"Kita berharap operasi pasar dilakukan lagi seperti tahun 2017. Mau tidak mau itu harus dilakukan karena impor kita sudah terlau banyak," kata dia.

Sementara itu, Ketua Komite Ekonomi Industri Indonesia (KEIN) Arief menilai pemerintah harus melalukan penegakkan hukum terhadap impor tekstil dan produk tekstil ilegal. Ia menilai, keberadaan impor tekstil ilegal itu akan mematikan usaha bagi produsen lokal.

Arif menyebut, keberadaan produk impor ilegal kebanyakan merupakan barang bekas yang dijual para pedagang di pasar. "Baju bekas ilegal ini kian marak dijumpai. Bahkan sampai ke pusat perbelanjaan," katanya.

Keberadaa baju bekas yang diimpor juga melanggar peraturan yang ada. Sebab, dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat yang menggunakannya. Baju bekas juga mematikan pelaku industri kecil dan menengah yang bergerak di dunia pertekstilan, terutama di Jawa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement