Selasa 10 Sep 2019 01:20 WIB

Menkeu: Revisi PPh Pribadi Untungkan Masyarakat Menengah

Revisi PPh, masyarakat ekonomi menengah bisa masuk golongan penghasilan lebih rendah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (26/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati mengatakan revisi Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi akan menguntungkan masyarakat ekonomi menengah. Mereka bisa masuk golongan penghasilan lebih rendah jika ambang batas nominal gaji ditetapkan lebih tinggi.

"Nanti kami lihat tapi semua aspek nanti kami akan perbaiki," katanya di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan di Jakarta, Senin (10/9).

Menurut Menkeu, pihaknya akan mencermati dari sejumlah aspek dalam menentukan besaran golongan penghasilan atau bracket yang akan direvisi tersebut. Aspek itu, lanjut dia terutama dengan mempertimbangkan penyesuaian berdasarkan tingkat inflasi.

Selain itu, juga mencermati pendapatan menengah masyarakat saat ini dan distribusi pertumbuhan pendapatan rumah tangga di Indonesia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan saat ini pengenaan tarif PPh Orang Pribadi belum diubah dengan tetap empat golongan penghasilan.

Begitu juga terkait besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP), lanjut dia saat ini belum akan direvisi.

"Tarif tidak kami ubah, bracketnya kan tetap empat," tambahnya sembari menyebutkan penerapan revisi itu mencermati kesiapan waktunya.

Sebelumnya, pemerintah akan merevisi terkait nominal penghasilan pada empat lapisan tarif kena pajak dalam pengenaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi.

Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menjelaskan saat ini ada empat lapis atau layer pengenaan tarif untuk PPh Orang Pribadi yakni golongan penghasilan sampai Rp 50 juta per tahun dikenakan tarif lima persen.

Lapis kedua yakni 15 persen untuk golongan penghasilan di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta per tahun, lapis ketiga 15 persen untuk masyarakat berpenghasilan di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta.

Kemudian lapis terakhir sebesar 30 persen untuk golongan penghasilan di atas Rp 500 juta ke atas per tahun. "Saya pikir (aturan) ini sudah tidak relevan lagi. Bracket ini bisa kami ubah dengan PMK (Peraturan Menteri Keuangan), " katanya dalam acara Ngobras beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan dalam revisi untuk tarif lima persen tidak diterapkan untuk penghasilan hingga Rp 50 juta tapi kemungkinan pada golongan penghasilan Rp 100 juta hingga Rp 150 juta per tahun.

Begitu juga dengan tarif 30 persen, lanjut dia kemungkinan bisa diterapkan untuk golongan penghasilan di atas Rp 1 miliar per tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement