Jumat 06 Sep 2019 10:35 WIB

Draft RUU Reklasasi Pajak Ditargetkan Rampung Akhir Tahun

RUU relaksasi pajak diharapkan dapat masuk ke Prolegnas tahun 2020.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Dirjen Pajak Robert Pakpahan.
Foto: Republika/ Wihdan
Dirjen Pajak Robert Pakpahan.

REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah Targetkan Draft RUU Reklasasi Perpajakan Diserahkan ke DPR Akhir Tahun

JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan, draft Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian dapat diserahkan ke DPR pada tahun ini. RUU tersebut akan merevisi beberapa poin dalam revisi UU yang progresnya berjalan yakni UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN).

Baca Juga

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, Kemenkeu sedang membahas sejumlah poin dengan berbagai pemangku kepentingan. Meski draft RUU sudah ada, pihaknya tetap memastikan persetujuan dari pihak terkait lain.

"Mudah-mudahan tahun ini bisa disampaikan ke DPR," ujarnya dalam diskusi dengan media di kantornya, Jakarta, Kamis (5/9).

Setelah itu, Robert menambahkan, RUU mengenai perpajakan itu diharapkan dapat masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Selanjutnya, poin-poin dalam regulasi ini dapat diterapkan pada 2021. Tujuannya, agar dapat membantu menguatkan perekonomian Indonesia dalam menghadapi tantangan global.

Robert menyebutkan, salah satu poin yang dibahas dalam RUU Perpajakan adalah penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan. Kebijakan ini untuk memberi ruang pendanaan dari dalam negeri untuk menambah investasi dan meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI).

Setidaknya ada dua sub poin dalam penurunan tarif PPh badan. Pertama, tarif PPh badan akan turun secara bertahap dari 25 persen menjadi 22 persen di tahun pajak 2021 dan menjadi 20 persen mulai tahun pajak 2023.

Selain itu, akan ada pengurangan tarif PPh badan go public. Semula, pengurangannya lima persen dari tarif normal (25 persen), yakni 20 persen.

Nantinya, menjadi tiga persen lebih rendah dari tarif normal (20 persen), yakni 17 persen dan berlaku selama tiga tahun. "Tapi, ini berlaku untuk perusahaan dengan kepemilikan saham publik minimal 40 persen," tuturnya.

Poin lain yang dibahas ada pengaturan ulang sanksi administratif perpajakan. Tujuannya, Robert mengatakan, meningkatkan kepatuhan sukarela. Salah satunya yang diatur adalah sanksi bunga atas kekruangan bayar karena pembetuan SPT Tahunan dan SPT Masa.

Saat ini, sanksinya adalah dua persen per bulan dari pajak kurang dibayar. Nantinya, sanksi yang diterapkan adalah berdasarkan suku bunga acuan ditambah lima persen yang kemudian dibagi 12 bulan. "Besaran bunga per bulan dan denda ditetapkan menteri keuangan," ucap Robert.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement