REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) meminta pemerintah menekan pembiayaan yang akan dikeluarkan dalam pemindahan ibu kota negara. "Caranya bisa dikreasi mengombinasikan pembiayaan APBN dengan pembiayaan BUMN maupun swasta," kata Ketua Umum Inkindo, Peter Frans di Jakarta, Ahad (1/9).
Menurut Peter, skema kerja sama dapat dikreasi dan diinisiasi melalui platform optimalisasi dan bukan minimisasi atau bahkan maksimalisasi. "Bagaimanapun, minimalisasi pembiayaan oleh APBN di satu sisi memang banyak membawa manfaat bagi publik, namun dalam pelaksanaannya akan banyak kekurangan," katanya.
Demikian juga kalau maksimalisasi pembiayaan oleh non-pemerintah akan berpotensi menimbulkan peningkatan komersialisasi di setiap komponen kota secara signifikan. Menurut Peter, bila platformnya berbasis ekonomi dan industrialisasi, maka dapat menggeser fungsi ibu kota negara yang awalnya di desain sebagai kota pemerintah, pada akhirnya menjadi kota bisnis.
Pada gilirannya akan membawa dampak terulangnya masalah seperti Jakarta (fenomena Jakartanisasi). "Penciptaan komposisi pembiayaan pembangunan ibu kota negara yang ideal adalah pekerjaan rumah yang harus dipikirkan oleh pemerintah," ujar Peter.
Peter juga berpendapat pemindahan ibu kota negara sebaiknya tidak dikaitkan dengan agenda untuk mengatasi ketidakseimbangan antara barat dan timur Indonesia. Yaitu dari perspektif ekonomi atau sering dikatakan sebagai skenario pemerataan pembangunan nasional.
"Hal ini karena untuk kebutuhan pemerataan pembangunan melalui pertumbuhan ekonomi diperlukan mobilisasi sumber-sumber daya ekonomi, yang tidak mungkin dilakukan secara bersamaan dengan skenario pemindahan ibu kota negara," ujarnya.
Peter menjelaskan, target utama pemindahan ibu kota negarasebaiknya terfokus pada pemilihan atau penentuan kawasan terpilih, pembangunan kota baru serta pengembangan kegiatan pemerintahan termasuk kegiatan-kegiatan penopangnya. Peter juga menjelaskan pentingnya pengendalian dan pengaturan yang ketat tata ruang di ibu kota negara nantinya. Berarti semua kegiatan bisnis komersial harus benar-benar dirancang untuk melayani pusat pemerintah dan pendukungnya.
Pemindahan ibu kota negara juga harus memasukkan kriteria kota modern yang smart, green dan forestry. Termasuk sarana dan prasarana pendukungnya serta harus menjadi ikon Indonesia baru yang beragam dari Aceh sampai Papua.
"Memindahkan ibu kota negara juga memindahkan peradaban termasuk dengan segala aspek ikutannya. Ini semua harus dimasukkan ke dalam biaya," ujar Peter.