Jumat 30 Aug 2019 08:24 WIB

Pentingnya Milenial Melek Asuransi dan Investasi

Tingkat literasi keuangan generasi milenial termasuk rendah.

(dari Kiri) Wakil Pemimpin Redaksi Republika Nur Hasan Murtiaji berbincang bersama Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ihsanuddin, Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK Sondang Martha, Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani, Sharia, Government Relations and Community Investment Director Prudential Indonesia Nini Sumohandoyo dan Direktur Reksadana Manulife Ezra Nazula saat seminar tatap masa depan di Jakarta, Kamis (29/8).
Foto: Republika/Prayogi
(dari Kiri) Wakil Pemimpin Redaksi Republika Nur Hasan Murtiaji berbincang bersama Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ihsanuddin, Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK Sondang Martha, Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani, Sharia, Government Relations and Community Investment Director Prudential Indonesia Nini Sumohandoyo dan Direktur Reksadana Manulife Ezra Nazula saat seminar tatap masa depan di Jakarta, Kamis (29/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi milenial disarankan melakukan proteksi finansial dengan cara berasuransi dan berinvestasi. Menyisihkan penghasilan untuk kedua hal tersebut lebih penting daripada memenuhi gaya hidup perkotaan.

Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sondang Martha mengatakan, kaum milenial masih kurang melek dalam berinvestasi ataupun membeli proteksi melalui asuransi. Tingkat literasi keuangan generasi milenial pun termasuk rendah. Mereka yang berusia 18-25 tahun memiliki tingkat literasi 32,1 persen. Sedangkan, mereka yang berusia 25-35 memiliki tingkat literasi 33,5 persen.

"Yang beli produk investasi ada 100 orang, tapi yang mengerti hanya 30 orang. Makanya banyak yang terjebak investasi bodong," kata Sondang Martha dalam diskusi yang digelar Republika bekerja sama dengan OJK bertajuk "Pilih Mana: Investasi atau Asuransi?" di Jakarta, Kamis (29/8).

Sondang menyarankan milenial lebih bijak mengatur keuangan. Sebanyak 10 persen dari penghasilan sebaiknya dialokasikan untuk berasuransi ataupun berinvestasi. "Kalau ingin langsung punya dua-duanya, sudah ada produk bernama SiMuda (Simpanan Mahasiswa dan Pemuda), merger antara asuransi dan investasi," kata Sondang.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Moch Ichsanuddin mengatakan, ada cukup banyak generasi milenial yang memiliki asuransi. Namun, pembayaran premi asuransi mereka kebanyakan ditanggung orang tua.

Ketika generasi milenial sudah mulai mandiri dan mendapatkan pekerjaan, kata dia, mereka tak menganggap penting produk asuransi. Gaya hidup hedonisme dinilai menjadi faktor yang menahan milenial untuk menggunakan penghasilan mereka untuk berinvestasi.

Jika ditinjau dari sisi substansi ilmu konsumsi, kata Ichsanuddin, investasi adalah suatu hal menunda konsumsi demi masa depan. Demikian pula dengan berasuransi. "Sekarang asuransi itu sudah di-bundling dengan investasi. Ini bisa dimanfaatkan," ujar dia.

Oleh karena itu, ia mendorong milenial mulai memiliki proteksi finansial dengan cara berasuransi dan berinvestasi. Apalagi, dengan adanya saluran distribusi digital saat ini. Penjualan produk investasi melalui e-commerce sangat membantu kalangan milenial untuk berinvestasi dengan nilai kecil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement