Kamis 22 Aug 2019 14:34 WIB

BI Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,5 Persen

BI memandang masih terbuka ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Bank Indonesia menyelenggarakan konferensi pers suku bunga acuan di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8).
Foto: Republika/Novita Intan
Bank Indonesia menyelenggarakan konferensi pers suku bunga acuan di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali menurunkan suku bunga acuan atau  BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen dari 5,75 persen. Selanjutnya Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi sebesar 4,75 persen dari lima persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen dari 6,5 persen. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan kebijakan penurunan tersebut sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, di tengah kondisi ketidakpastian pasar keuangan global yang menurun dan stabilitas eksternal yang terkendali. 

Baca Juga

“Seluruh kebijakan Bank Indonesia diarahkan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Kami melakukan ini (penurunan suku bunga acuan) karena yakin inflasi akan rendah pada tahun ini dan tahun depan. Pada tahun ini inflasi berada di bawah titik tengah sasaran 3,5 persen,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8).

Menurut Perry rendahnya inflasi tahun ini dan menjaga momentum perekonomian Indonesia merupakan pertimbangan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan. Mengingat Bank Indonesia sudah delapan bulan mempertahankan suku bunga acuan pada level enam persen.

“Penurunan ini sebagai langkah preventif mendorong menjaga momentum di tengah perlambatan ekonomi dunia,” ucapnya.

Perry menambahkan strategi operasi moneter tetap diarahkan untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar uang dan memperkuat transmisi kebijakan moneter yang akomodatif. Ini tentunya dengan memandang kebijakan makroprudensial secara akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan bagi perekonomian. 

“Kami juga memandang kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan secara akomodarif guna mendukung pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.

Ke depan, Bank Indonesia memandang masih terbuka ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta meningkatkan ekspor, pariwisata, dan aliran masuk modal asing termasuk Penanaman Modal Asing (PMA).

“Kami ingin melihat neraca pembayaran keseluruhan tidak hanya Current Account Deficit (CAD) saja, karena CAD tahun ini diperkirakan 2,5 persen sampai 3 persen atau lebih rendah tahun lalu sebesar 3 persen. Kami juga akan menjaga aliran modal asing yang masuk. Sekaligus kami menjaga stabilitas agar tetap terkendali artinya neraca pembayaran Indonesia tetap terkendali,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement