Rantai minuman pesaing Starbucks di China, Luckin Coffee mencatatkan US$126,7 juta dalam total pendapatan bersih pada kuartal kedua tahun ini, menurut keterangan resmi perusahaan. Pendapatan perusahaan meningkat 698% dari tahun sebelumnya (YoY).
CEO Luckin Coffee, Jenny Zhiya Qian mengatakan, pertumbuhan signifikan itu didorong oleh transaksi pelanggan, peningkatan jumlah rata-rata penjualan, dan harga jual efektif yang lebih tinggi.
Jumlah pelanggan yang bertransaksi meningkat menjadi 22,8 juta dari 2,9 juta pada kuartal kedua 2018.
"Selama kuartal kedua 2019, kami mengakuisisi 5,9 juta pelanggan baru," imbuh Qian, dilansir dari KrAsia (15/8/2019).
Luckin Coffee telah membuka 2.973 toko yang terdiri atas 2.741 toko penjemputan (tanpa tempat duduk), 123 toko untuk bersantai (dengan tempat duduk dan fasilitas lainnya), dan 99 dapur pengiriman per akhir Juni.
Baca Juga: Saingan Starbucks China, Luckin Coffee, Ekspansi ke Timur Tengah
Qian memperkirakan perusahaan memiliki strategi yang tepat untuk mencapai titik impas (break even) di tiap toko selama kuartal ketiga tahun ini karena kerugian operasional Luckin telah berkurang karena adanya eskalasi bisnis, peningkatan daya tawar, efisiensi operasional dari teknologi, dan penyimpanan yang lebih tinggi.
Pada kuartal dua, kerugian operasional toko bernilai US$8,1 juta, menurun dari kerugian sekitar US$11,6 juta pada kuartal kedua tahun lalu.
Namun, perusahaan masih membukukan kerugian bersih US$99,2 juta, meningkat lebih dari 100% dari US$47,4 juta pada kuartal kedua 2018, mayoritas karena biaya penjualan dan pemasaran yang mencapai US$56,8 juta, naik 119,1% yoy.
Pemilik modal ventura yang mendukung Luckin pada masa awalnya, Li Hui menyampaikan, harga kopi Luckin per cangkirnya ada di angka Rp26 ribu, sedangkan para pesaingnya mematok harga di kisaran Rp43 ribu-Rp45 ribu.
Baca Juga: Lebarkan Sayap Bisnis, Luckin Coffee China Tambah Varian Teh dalam Menu
Menurutnya, secara teori, Luckin bisa mendapatkan celah harga sebagai keuntungan. Namun, untung-ruginya Luckin bergantung pada pertumbuhan jumlah pengguna menjadi 80 juta, bahkan 100 juta.
Ia pun menambahkan, Luckin memilih mengabaikan potensi pendapatan dari celah harga itu dan menginvestasikannya untuk memperluas basis pengguna. Sistem itu penuh dengan subsidi dan promosi.