Rabu 01 Jan 2025 17:42 WIB

Boikot Konsumen terhadap Israel Dorong Pertumbuhan Merek Lokal di Indonesia dan Malaysia

Boikot membuka peluang besar bagi merek lokal untuk berkembang pesat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Massa aksi peduli Palestina menggelar unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (25/10/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa aksi peduli Palestina menggelar unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (25/10/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Boikot terhadap merek-merek barat yang diduga memiliki hubungan dengan Israel membawa dampak besar di negara mayoritas Muslim seperti Indonesia dan Malaysia. Tekanan dari konsumen ini menyebabkan merek global seperti KFC, McDonald's, Pizza Hut, Starbucks, dan Unilever mengalami penurunan penjualan yang signifikan, sekaligus membuka peluang besar bagi merek lokal untuk berkembang pesat.

Salah satu contoh keberhasilan ini adalah Almaz Fried Chicken, yang dikenal sebagai "Ayam Goreng Saudi". Dalam beberapa bulan saja, jaringan restoran cepat saji ini telah membuka 37 gerai di Indonesia, mayoritas di wilayah Jabodetabek dan beberapa lainnya di Sumatra.

Baca Juga

CEO Almaz Fried Chicken, Okta Wirawan, mengatakan bahwa pihaknya berencana membuka 10 gerai tambahan hingga akhir tahun. Restoran ini berhasil menarik konsumen yang sebelumnya memilih produk merek Barat.

"Pelanggan kami merasa membeli produk Almaz tidak hanya mendapatkan makanan berkualitas, tetapi juga berkontribusi pada tujuan mulia," ujar Wirawan, seperti dikutip dari Nikkei Asia, Rabu (1/1/2025).

Almaz juga menyisihkan 5 persen keuntungannya untuk amal, termasuk bantuan bagi Palestina, yang semakin menarik perhatian konsumen di tengah konflik yang berkepanjangan di Gaza.

Sementara itu, tren boikot ini juga memberikan keuntungan bagi bisnis lokal di Malaysia. Konsumen beralih ke merek-merek seperti ZUS Coffee dan Gigi Coffee, meninggalkan Starbucks. Bahkan cafe-cafe independen mengalami peningkatan penjualan hingga 20 persen. Di Indonesia, Fore Coffee memanfaatkan peluang ini dengan cepat, mendapatkan sertifikat halal yang berdampak signifikan pada penjualan mereka.

"Sertifikat halal berdampak signifikan terhadap penjualan kami," ujar CEO Fore Coffee, Vico Lomar.

Sebuah survei oleh GlobalData pada Juli 2024 mengungkapkan bahwa hampir 70 persen konsumen di Indonesia dan Malaysia mendukung boikot produk terkait konflik. Boikot ini juga mendorong konsumen untuk lebih memilih produk lokal. Reni Lestari, seorang konsumen di Jakarta, beralih ke produk lokal dan bahkan mulai membuat sabun serta sampo sendiri.

"Boikot ini mungkin tidak langsung membantu Palestina, tetapi setidaknya memberikan tekanan ekonomi," kata Reni.

Maria, seorang pekerja Jakarta yang beragama Katolik, juga mendukung boikot sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan. Ia mengganti produk Unilever dengan merek lokal seperti Wardah.

"Ini bukan hanya soal agama, tapi soal kemanusiaan," ungkapnya.

Para ahli memprediksi boikot ini akan terus berlanjut selama konflik masih terjadi. Mohammad Hidayaturrahman, dosen Universitas Wiraraja, mengatakan bahwa boikot ini membuka peluang bagi merek lokal untuk memperkuat posisinya di pasar, meskipun produk berteknologi tinggi seperti smartphone dan mobil masih sulit tergantikan.

Tekanan konsumen ini juga terlihat dari kerugian yang dialami merek global. Pizza Hut Indonesia mencatat kerugian Rp 96,7 miliar selama sembilan bulan pertama 2024, sementara KFC Indonesia harus menutup 50 gerai dan merumahkan 2.000 pekerja. Unilever Indonesia mengalami penurunan laba sebesar 28 persen menjadi Rp3 triliun.

Di Malaysia, Starbucks mencatat kerugian 91,5 juta Ringgit Malaysia pada 2024, dan operator KFC serta Pizza Hut harus menunda rencana IPO. Para ahli menyarankan perusahaan-perusahaan ini untuk menyesuaikan strategi, seperti memperkenalkan menu lokal dan melibatkan rantai pasok domestik guna menarik kembali kepercayaan konsumen.

Tekanan konsumen tidak hanya memengaruhi kinerja keuangan perusahaan besar tetapi juga membentuk lanskap baru industri lokal yang semakin berkembang di Indonesia dan Malaysia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement