Selasa 17 Dec 2024 02:13 WIB

Wasekjen MUI: Waspada Manuver Perusahaan Pro Israel Berkelit dari Boikot

Gerakan boikot telah berdampak terhadap penjualan produk multinasional.

Bendera Palestina di aksi damai untuk Gaza dan Palestina di Kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Ahad (9/6/2024). Gerakan boikot telah berdampak terhadap penjualan produk multinasional.
Foto: Republika/Prayogi
Bendera Palestina di aksi damai untuk Gaza dan Palestina di Kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Ahad (9/6/2024). Gerakan boikot telah berdampak terhadap penjualan produk multinasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang hukum, Dr. KH Ikhsan Abdullah, menghimbau umat Islam agar mewaspadai aksi ‘Palestina Washing’, manuver perusahaan multinasional asing dalam berkelit dari gerakan boikot produk pro Israel dengan aneka kegiatan yang seolah-olah bersimpati pada Bangsa Palestina.

“Ada banyak brand global (multinasional asing) datang ke MUI meminta dukungan karena saham dan produk riil mereka terdampak gerakan boikot produk pro Israel. Semua mereka minta boikot segera diakhiri,” kata Ikhsan dalam acara “Bulan Palestina & Sosialisasi Fatwa MUI” di Cirebon, Jawa Barat, belum lama ini.

Baca Juga

Di depan kalangan santri, pejabat lokal, tokoh masyarakat, mahasiswa dan penggiat organisasi Nahdlatul Ulama (NU), Ikhsan mengungkapkan gerakan boikot yang marak di berbagai belahan dunia telah berdampak signifikan, utamanya pada penjualan produk multinasional asing semisal McDonald’s, KFC, Starbucks, Danone Aqua, dan sejumlah brand lainnya.

Tak heran, katanya, para pemilik merek tersebut mencoba berkelit dengan melobi berbagai pihak, ikut berdonasi untuk Palestina, mengiklankan dukungan, dan pencitraan perusahaan untuk Palestina di media sosial.

Menurut Ikhsan, MUI tak menanggapi lobi perusahaan multinasional asing tersebut. “Prinsip kemanusiaan tak bisa ditinggalkan. Palestina ini isu kemanusiaan yang melintasi sekat-sekat agama,” tegasnya.

Bagi Ikhsan, genosida di Gaza, yang seolah tak mengenal henti dalam setahun lebih terakhir, merupakan isu kemanusiaan yang belum tuntas.

“Selama Zionis Israel melakukan genosida di Gaza, boikot juga harus terus jalan. Intinya, boikot yang telah menggejala di tengah masyarakat dalam setahun lebih terakhir tak boleh padam,” kata Ikhsan yang juga dikenal sebagai praktisi hukum ini.

Lebih jauh, Ikhsan mengungkapkan gerakan boikot produk pro Israel terus mendapatkan momentum di tengah masyarakat.

“Di Indonesia, masyarakat sudah mulai bergeser dari menggunakan produk-produk global. Dari riset yang kami lakukan, sekitar 85 persen masyarakat Indonesia ingin beralih dari produk global ke produk nasional. Ini sangat positif,” katanya.

“Semangat boikot ini harus terus dipelihara, untuk mendukung produk lokal dan nasional,” tambahnya.

Berbicara dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Hukum Universitas Gunung Jati, Dr. Harmono, mengatakan salah satu semangat pendirian negara Republik Indonesia adalah keinginan untuk menghapuskan penjajahan di atas bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan.

“Boikot terhadap produk-produk (terafiliasi Israel) agar keuntungannya tidak mengalir ke sana, lama-lama kemudian (Israel) stop karena tenaganya habis, kemudian tidak menindas lagi. Divestasi dan Sanksi berarti mengambil kembali, mencabut segala investasi yang ada di negara Israel, dan diikuti pemberian sanksi,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama bidang pemberdayaan perekonomian, Dr. KH. Eman Suryaman, berharap umat Islam menyatukan langkah dalam memboikot produk perusahaan multinasional asing yang pro Israel sebagai bentuk dukungan atas Palestina dan sekaligus protes atas kebijakan luar negeri negara-negara Barat yang mendukung Israel.

"Boikot produk pro Israel yang marak di berbagai negara dalam setahun lebih terakhir, termasuk Indonesia, perlu diteruskan agar memberi efek jera pada Israel dan negara-negara pendukungnya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement