Kamis 15 Aug 2019 06:20 WIB

Pengusaha Lebih Butuh Penurunan PPh Badan

Isu pengampunan pajak jilid kedua hanya akan menciptakan ketidakadilan pada pengusaha

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara Pontas Pane, bersama Wakil Ketua APINDO Siddhi Widyaprathama, Perwakilan dari CITA, dan Moderator Hisar Sirait (dari kiri ke kanan) menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Perpajakan Pasca Tax Amnesty yang digelar di Auditorium Kwik Kian Gie School of Business, Jakarta, Rabu (10/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara Pontas Pane, bersama Wakil Ketua APINDO Siddhi Widyaprathama, Perwakilan dari CITA, dan Moderator Hisar Sirait (dari kiri ke kanan) menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Perpajakan Pasca Tax Amnesty yang digelar di Auditorium Kwik Kian Gie School of Business, Jakarta, Rabu (10/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyapratama menuturkan, fasilitas pengampunan pajak atau tax amnesty jilid kedua bukan kebutuhan utama para pengusaha. Lebih dari itu, dunia usaha lebih menunggu insentif berupa penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dan kemudahan administrasi yang diberikan pemerintah.

Siddhi menjelaskan, berbagai keinginan tersebut akan lebih mampu menciptakan level of playing field atau keadilan di kalangan pengusaha dibanding dengan penerapan tax amnesty jilid kedua. Sebab, dengan keadilan, para pengusaha dapat bersama-sama membantu pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga

"Negara ini tidak dapat dibangun sendiri atau sedikit pengusaha," tuturnya dalam diskusi bertajuk Berharap Tax Amnesty Jilid II di Jakarta, Rabu (14/8). 

Siddhi menjelaskan, isu pemberian pengampunan pajak jilid kedua hanya akan memberikan rasa tidak adil atau justru menyalahi level of playing field. Para pengusaha yang mengikuti tax amnesty terdahulu dan mencoba untuk patuh, justru akan merasa ‘dikhianati’. Sebab, dalam teori, pengampunan pajak hanya dilakukan sekali seumur hidup yang juga sudah disampaikan oleh pemerintah saat itu. 

Siddhi menyebutkan, pemerintah sebaiknya mengatasi permasalahan di level of playing field saat ini, dimana sejumlah pengusaha menghadapi ketidakadilan. Pengusaha yang patuh mendapatkan perlakuan sama dengan mereka yang tidak patuh terhadap pajak. Apabila dibiarkan terus menerus dan ditambah dengan keberadaan tax amnesty jilid kedua, ia cemas pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin terhambat. 

Lebih lanjut, Siddhi menuturkan, bukan berarti mereka yang tidak adil harus ‘ditembaki’ atau dibinasakan. Ia menganjurkan pemerintah untuk bisa merangkul mereka dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak. 

"Tidak harus dengan tax amnesty, bisa juga dengan kelonggaran tarif atau kemudahan lain," ucapnya. 

Siddhi mengakui, pengampunan pajak edisi kedua menimbulkan kekhawatiran tersendiri dalam diri Apindo. Mereka cemas pengusaha yang sebelumnya sudah patuh atau mencoba untuk patuh akan tergoda dalam sistem ketidakpatuhan karena merasa akan ‘diampuni’ lagi melalui tax amnesty jilid ketiga atau keempat. 

Dibandingkan tax amnesty jilid kedua, Siddhi menganjurkan pemerintah fokus pada voluntary disclosure atau pengungkapan aset secara sukarela. Terlebih, tidak lazim apabila pengampunan dilakukan secara berkali-kali dalam waktu singkat. 

"Kita bukannya bicara perlu atau tidak perlu, tapi gimana caranya untuk akomodir wajib pajak yang patuh," ujarnya. 

Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyebutkan, tax amnesty jilid kedua hanya akan menimbulkan moral hazard kepada mereka yang sudah patuh dan mengikuti tax amnesty terdahulu. Dampak jangka panjangnya, akan terjadi perubahan perilaku para pembayar pajak, yakni dari yang biasanya patuh menjadi tidak patuh. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement