Selasa 06 Aug 2019 16:36 WIB

Mulai 20 Agustus, Kapal Berlayar Harus Aktifkan AIS

Pemerintah mengupayakan kapal yang berlayar di Indonesia teridentifikasi.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H Purnomo menjelaskan kepada wartawan mengenai pengaktifan sistem identifikasi otomatis atau Automatic Identification System (AIS) berlaku mulai 20 Agustus 2019 untuk semua kapal di atas 35 GT yang berlayar di wilayah perairan Indonesia, Selasa (6/8).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H Purnomo menjelaskan kepada wartawan mengenai pengaktifan sistem identifikasi otomatis atau Automatic Identification System (AIS) berlaku mulai 20 Agustus 2019 untuk semua kapal di atas 35 GT yang berlayar di wilayah perairan Indonesia, Selasa (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menerapkan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis atau Automatic Identification System (AIS). Kemenhub akan memberlakukan aturan tersebut bagi semua kapal sesuai kategori ketentuan tersebut yang berada di wilayah perairan Indonesia.

Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Agus H Purnomo mengatakan sisten indentifikasi otomatis harus dipasang di setiap kapal untuk memudahkan pemantauan keamanan. “Kami bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) dan bea cukai sering keliling Indonesia, beberapa kali rapat semua kapal harus bisa dimonitor,” kata Agus di Jakarta, Selasa (6/8).

Setelah kesepakatan tersebut, Agus menegaskan semua kapal yang beredar di perairan Indonesia yang berukuran di atas 35 gross tonnage (GT). Agus optimistis seharusnya ketentuan sistem tersebut bida dipenuhi oleh para pemilik kapal.

Menurutnya, harga alat pengaktifan sistem identifikasi kapal bisa berkisar lima juta rupiah. “Siapa tau bisa disubsidi tapi masa kapal ikan disubsidi, Dirjen Perikanan Tangkap (Kementerian Kelautan dan Perikanan) bilang nggak kok (tidak perlu disubsidi). Kami sedang menekan supaya bisa Rp 5 juta (harga alat AIS),” jelas Agus.

Dengan begitu, Agus mengupayakan pada intinya pemerintah tengah mengupayakan kapal yang berlayar di perairan Indonesia teridentifikasi. Dia menjelaskan pemerintah harus bisa memonitor seluruh kapal beserta apa dan siapa yang diangkut.

“Memang perlu sosialisasi lebih, saya sering ditelpon Basarnas ada kapal tenggelam kita nggak tahu apa ternyata kapal ikan. Jadi memang kita belum bisa melacak semuanya sehingga ini harus diterapkan,” ungkap Agus.

AIS merupakan sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang bisa menyampaikan data-data melalui VHF Data Link (VDL). Alat tersebut untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS),  dan stasiun radio pantai.

Nantinya terdapat dua kelas tipe AIS yang yaitu AIS Kelas A dan AIS Kelas B. AIS Kelas A wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal berbendara Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah perairan Indonesia.

Sementara itu, AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan beberapa ketentuan. Untuk ketentuan pertama yakni kapal penumpang dan kapal barang non konvensi berukuran paling rendah 35 GT. Begitu juga dengan kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter trade dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Selain itu, yang wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B yakni kapal penangkap ikan yang berukuran paling rendah 60 GT. Pengawasan penggunaan AIS nantinya akan dilakukan oleh petugas Stasiun VTS, petugas SROP, pejabat pemeriksa keselamatan kapal, dan pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal asing. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement