Senin 05 Aug 2019 17:04 WIB

Ekspor Serbuk Tongkol Jagung Lombok Timur Tembus Korsel

Petani dilibatkan oleh pelaku usaha penanganan pascpanen jagung rendah aflatoksin.

Red: EH Ismail
tongkol jagung
Foto: Humas Kementan
tongkol jagung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi menyebutkan keberhasilan budidaya jagung di era pemerintahan Jokowi-JK tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor jagung pipil. Namun demikian, kini Indonesia juga mampu mengekspor serbuk tongkol jangung (corn cobs meal) sehingga bernilai jual tinggi. 

Ekspor serbuk tongkol jagung ini dilakukan Koperasi Dinamika Agribisnis. Lokasinya di Kecamatan Priggabaya Kabupaten Lombok Timur, NTB. Koperasi ini bermitra dengan perusahaan penanganan pascapanen jagung, PT Dhanya Perbawa Pradhikasa.

"Pengiriman perdana serbuk tongkol jagung yang dipadatkan ke Korea Selatan pada Bulan Maret 2019 sebanyak 300 ton atau 75 persen dari total permintaan Korea sebesar 400 ton. Harga jual ekspornya sekitar Rp 1,9 juta per ton atau total setara Rp 570 juta,” demikian dikatakan Suwandi di Jakarta, Senin (5/8).

Suwandi menjelaskan tongkol jagung adalah produk sampingan dari pemipilan jagung tersentralisasi pada produksi jagung rendah aflatoksin untuk kebutuhan khusus industri sapi pera. Namun demikian di negara tujuan, serbuk tongkol jangung digunakan sebagai salah satu bahan untuk media tanam pada budidaya jamur merang dan dapat digunakan juga untuk bahan baku pakan. 

“Persyaratan yang diminta Negara tujuan ekspor antara lain kadar air maksimal 15 persen ukuran 1 hingga 8 mm, packing 30 kilogram per bag (tergantung buyer, red) serta jumbo  bag per pallet.  Persyaratan lain yang sangat penting adalah serbuk tongkol jagung harus mampu menyerap air dengan baik,” jelasnya.

Pengelolaan serbuk tongkol jagung

Suwandi menyebutkan untuk menghasilkan serbuk tongkol jagung dalam skala ekonomi dengan kualitas ekspor serta kontinuitas produksi yang berkelanjutan, diperlukan penanganan pasca panen jagung yang tersentralisasi dengan pendekatan agroindustri. Petani dilibatkan oleh pelaku usaha penanganan pascpanen jagung rendah aflatoksin skala industri melalui kemitraan seperti dicontohkan oleh Koperasi DNA di Lombok Timur. 

Petani mitra diwajibkan mengikuti prosedur budidaya yang disepakati bersama. Penerapan Prosedur budidaya ini diperlukan untuk menjamin konsistensi mutu JRA dan Concobs Meal.  Petani juga diuntungkan, karena selain mendapat kepastian pasar jagung yang dihasilkan juga mendapatkan pendampingan dari industri yang bersangkutan.

“Jadi saya semakin yakin sebagai negara yang sudah berhasil swasembada jagung, Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi Jagung Rendah Aflatoksin sebagai substitusi impor jagung untuk kebutuhan khusus sekaligus menghasilkan Corncobs Meal yang dapat diekspor,” tandas Suwandi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement