REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menargetkan premi untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) sebesar dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun premi tambahan ini akan dikenakan untuk jangka waktu pembayaran 30 tahun.
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan penerapan target tersebut mengacu pada PDB 2017. Nantinya aturan premi tambahan ini akan dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan turunan Undang-Undang PPKSK Nomor 9 Tahun 2016.
“Pada PP ada target dana Premi Restrukturisasi Perbankan itu hingga mencapai dua persen dari PDB kita pada 2017, tapi itu masih tergolong rendah,” ujarnya usai konferensi pers Pengumuman Hasil Review Suku Bunga Penjaminan di Kantor LPS, Jakarta, Rabu (31/7).
Fauzi mengetahui industri perbankan merasa keberatan karena sudah terdapat pungutan lain yakni premi penjaminan LPS dan premi untuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun Fauzi meminta semua kalangan melihat pengenaan Premi PRP dalam konteks secara keseluruhan.
“Kalau kita lihat biaya penyelamatan sektor perbankan pada periode 1998-1999 itu lebih dari 60 persen PDB," ungkapnya.
Adapun besaran premi tambahan ini berkisar antara nol persen-0,007 persen dari total aset bank. Bank yang wajib membayar premi PRP itu hanya bank dengan nilai aset di atas Rp 1 triliun. Sedangkan, bank yang memiliki aset di bawah Rp 1 triliun dikenakan tarif Premi PRP sebesar nol persen alias gratis.
"Kita harus jalankan amanat UU PPKSK. Di satu sisi kita lakukan amanat UU, di sisi lain kita lihat kondisi perbankan. Apalagi perbankan kalau kita lihat saat ini Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 23 persen, Marjin Bunga Bersih (Net Interest Margin/NIM) juga tertinggi di Asia bahkan di dunia. Maka itu premi PRP tidak akan memberatkan," jelasnya.
Sementara Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menambahkan aturan premi tambahan ini sudah mempertimbangkan banyak hal, termasuk kekhawatiran para bankir mengenai besaran premi yang harus dibayarkan.
"Kami telah mempertimbangkan kekhawatiran dari bankir mengenai iuran premi PRP. Tarif ini tidak akan memberatkan, bahkan sangat longgar karena ratenya tidak besar dan akan dikenakan selama 30 tahun, bank pun bisa mencicil," ujarnya.
Menurutnya naskah aturan tersebut sudah disetujui oleh Kementerian Keuangan. Saat ini aturan tersebut sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
“Sekarang draf sudah selesai, tentu harus melalui persetujuan presiden. Saat ini sudah di istana tinggal tunggu tanda tangan presiden,” ucapnya.