REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai bahwa peluang penguatan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih ada. Hal ini menyusul keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Kamis (18/7) kemarin untuk menurunkan suku bunga acuannya 25 basis poin menjadi 5,75 persen.
"Ya semuanya sebenarnya tergantung banyak hal. Itu dia nggak bisa berdiri sendiri. Apapun saya jawab bisa jadi salah bisa jadi benar. Artinya dengan kecenderungan ekonomi dunia sekarang, ya ruang itu masih ada tapi seberapa luas, saya ngga tahu," jelas Darmin usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Jumat (19/7).
Darmin menegaskan bahwa pemerintah tak tinggal diam untuk menguatkan nilai tukar rupiah. Dari sisi internal misalnya, pemerintah masih dalam proses memberikan insentif perpajakan kepada investor dan menguatkan pendidikan vokasi.
Kamis (18/9) sore lalu, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta menguat setelah Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya. Rupiah menguat 23 poin atau 0,16 persen menjadi Rp 13.960 per dolar AS dari sebelumnya Rp 13.983 per dolar AS.
Dari internal, sentimen positif bagi rupiah yaitu Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada hari ini yang memutuskan menurunkan suku bunga acuannya 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Kebijakan tersebut diambil bank sentral dengan pertimbangan rendahnya inflasi ke depan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah prospek pertumbuhan global yang sedang turun.
Dari eksternal, pelaku pasar kini kembali meyakini bahwa The Fed akan memangkas suku bunga tiga kali di tahun ini. Yang paling dekat pemangkasan akan dilakukan pada 31Juli 2019 atau 1 Agustus 2019 waktu Indonesia, kemudian dua lagi di bulan September dan Desember 2019.