REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fall Armyworm (Ulat Grayak Jagung) adalah serangga hama yang dapat menyerang, merusak atau menghancurkan pertanaman jagung dan tanaman lainnya hanya dalam semalam. Ulat Grayak Jagung mampu bermigrasi (menyebar) ratusan kilometer dan menjadi peringatan bagi petani kecil bahwa mata pencahariannya terancam. Namun demikian Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menegaskan bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh Ulat Grayak Jagung dapat dikurangi.
Fall Armyworm pertama kali terdeteksi di Indonesia pada bulan Maret 2019 di Provinsi Sumatra Barat. Dalam waktu 4 bulan, hama telah menyebar ke 12 provinsi di Indonesia yaitu di provinsi di Pulau Sumatra, Jawa dan beberapa bagian Kalimantan. Kementerian Pertanian (Kementan) telah menghimpun informasi tentang kerugian dari tanaman yang terinfeksi oleh hama tersebut.
Direktorat Perlindungan Tanaman di Kementerian Pertanian mengimbau semua provinsi untuk waspada terhadap Ulat Grayak jenis baru yakni spodoptera frugiperda. Di lapangan, petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) meningkatkan kesadaran petani di daerah yang terkena dampak, dan bersama-sama mereka memantau pertanaman yang terserang.
“Kami memantau dengan seksama pergerakan Fall Armyworm di Indonesia. Petugas POPT (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan-red) kami telah bekerja di lapangan bersama penyuluh untuk memberi saran kepada petani tentang cara melindungi tanaman dan mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh serangan ini. Kami mengantisipasi bahwa serangan Fall Armyworm akan menginfeksi pertanaman jagung di seluruh Indonesia dalam beberapa bulan mendatang," kata Direktur Perlindungan Tanaman Edy Purnawan seperti dalam siaran persnya, Rabu (17/7).
Pemerintah meningkatkan pemahaman petani setempat untuk siap melawan hama Fall Armyworm (Ulat Grayak Jagung).
Fall Armyworm adalah hama tanaman asli Amerika. Namun, sejak 2016 telah bergerak agresif ke arah timur, menyapu Afrika, dan mendarat pertama kali di Asia pada pertengahan 2018 di India dan pada Januari tahun ini, sejak itu menyebar ke Bangladesh, Cina, Myanmar, Sri Lanka, Thailand sebelum tiba di Indonesia. Dalam kasus Sri Lanka, ada laporan bahwa hingga 40 ribu hektare telah diserang, merusak sekitar 20 persen dari tanamannya.
Cina adalah produsen jagung terbesar di Asia, dan produsen terbesar kedua di dunia. Sementara kerugian ekonomi di sana dan di negara-negara Asia lainnya belum dihitung. Diperkirakan kerusakan ekonomi dari hama di Afrika berkisar antara 1-3 miliar dolar Amerika Serikat.
Menanggapi serangan Fall Armyworm yang tiba-tiba di Asia, FAO telah mengadakan pertemuan dengan para pejabat dari berbagai negara di seluruh wilayah pada bulan Maret. Ini membawa para pakar yang telah menangani hama di Afrika dan Amerika Latin dan mempelajari cara-cara untuk membatasi kerusakannya.
Di Indonesia, FAO mendukung Pemerintah untuk menanggapi wabah dan mencari strategi tepat untuk merespons serangan dengan mengerahkan sumberdaya secara optimal. Pemerintah akan mengorganisir lokakarya nasional bekerja sama dengan FAO pada akhir Juli untuk menyepakati tindakan multipihak paling efektif untuk menanggapi serangan ini.
"Kami memanfaatkan pelajaran dari negara-negara lain ketika menanggapi serangan di negara mereka sendiri sebagai praktik terbaik untuk memperlambat penyebaran dan membatasi kerusakan" kata Stephen Rudgard, Perwakilan FAO di Indonesia.
Setelah serangan hama terverifikasi dengan baik, pemerintah akan memperkuat upaya untuk terus meningkatkan kesadaran dan memantau keberadaan dan penyebaran Fall Armyworm pada jagung dan tanaman lainnya.
FAO telah bekerja dengan otoritas terkait untuk memprakarsai program kesadaran yang menginformasikan dan melatih petani tentang teknik pengelolaan hama terpadu yang akan bermanfaat sekali untuk mengendalikan Ulat Grayak baru. Termasuk di dalamnya mengidentifikasi musuh alami dari Fall Armyworm, meningkatkan kontrol biologis alami dan kontrol mekanis, seperti menghancurkan massa telur dan menggunakan penggunaan biopestisida.
Indonesia memiliki banyak musuh alami hama ini untuk mengurangi infestasi. Satu studi dari Ethiopia menemukan satu parasit tawon telah membunuh hampir setengah dari populasi hama dalam waktu dua tahun sejak kedatangan Fall Armyworm di negara tersebut.
Penggunaan pestisida kimia perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, mengingat bahwa ulat hama terlindung dari semprotan karena mereka bersembunyi jauh di dalam dedaunan tanaman, dan juga pestisida semacam itu dapat memiliki efek negatif pada musuh alami dan kesehatan petani.
Jika langkah-langkah efektif diberlakukan, efek negatif dari Fall Armyworm dapat dikurangi dengan populasi dipertahankan pada level yang cukup rendah untuk membatasi kerusakan ekonomi dan mata pencaharian petani.