Sabtu 13 Jul 2019 02:15 WIB

1.862 Gedung dan Bangunan Kemenkeu Siap Diasuransikan

Seribu gedung Kemenkeu masuk pelaksanaan uji coba asuransi barang milik negara.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Gedung AA Maramis yang berlokasi di kompleks perkantoran Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat.
Foto: Ahmad Fikri Noor/REPUBLIKA
Gedung AA Maramis yang berlokasi di kompleks perkantoran Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, pelaksanaan uji coba asuransi Barang Milik Negara (BMN) akan dirilis pada Agustus dan dapat diimplementasikan pada September mendatang. Saat ini, pemerintah masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap objek yang dituju. 

Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Encep Sudarman menjelaskan, hasil revaluasi dari audit BPK akan menentukan nominal yang akan diasuransikan. Untuk masa uji coba, gedung dan bangunan milik Kemenkeu menjadi objek yang disasar. "Setidaknya ada 1.862 totalnya," ujarnya dalam sesi diskusi di kantornya, Jakarta, Jumat (12/7). 

Total tersebut merupakan gedung dan bangunan milik Kemenkeu yang tersebar di seluruh Indonesia. Mulai dari bangunan milik Badan Kebijakan Fiskal (BKF), DJKN hingga direktorat jenderal lain. Encep memastikan, BMN yang termasuk di dalamnya hanyalah gedung dan bangunan, sedangkan mobil maupun fasilitas lain tidak. 

Encep mengatakan, asuransi BMN merupakan aspek penting yang harus dimiliki Indonesia dengan kondisinya sebagai negara rawan bencana. Asuransi BMN merupakan salah satu solusi alternatif guna menanggulangi risiko aset negara yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Efeknya nanti, asuransi dapat mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap lembaga donor asing maupun APBN ketika terjadi bencana hingga menghancurkan aset negara.

Perkembangan terakhir, Encep mengatakan, pihak Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sudah membentuk konsorsium asuransi BMN yang terdiri dari 58 perusahaan. Sebanyak 52 di antaranya merupakan asuransi umum dan enam perusahaan reasuransi. Dalam rilis AAUI pada awal Juli, konsorsium ini memiliki total kapasitas Rp 1,39 triliun. 

Encep menyebutkan, pemerintah tidak terlibat langsung dalam setiap keputusan yang diambil dalam konsorsium, termasuk pembagian tugas di dalamnya. Hal ini menjadi kewenangan dan kesepakatan bersama konsorsium. "Mereka sudah menentukan, yang mengurus administrasi adalah Maipark (PT Reasuransi Maipark) dan penerbit polisnya adalah Jasindo (PT Asuransi Jasa Indonesia)," tuturnya. 

Seluruh perusahaan dalam konsorsium asuransi BMN, disebut Encep, telah memenuhi persyaratan yang sudah disepakati bersama Kemenkeu dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Yakni, memiliki modal sendiri minimal Rp 150 miliar, memiliki risk based capital (RBC) minimal 120 persen dan rasio likuiditas minimal 100 persen. 

Encep menjelaskan, hanya ada satu polis yang mencakup seluruh jenis asuransi untuk konsorsium ini. Istilahnya, sudah dalam satu bundel atau paket hemat. Sebab, apabila dihitung satu per satu justru akan menjadi lebih mahal biayanya. "Dalam paket itu sudah mulai dari kebakaran, banjir, gempa bumi dan longsor dan sebagainya," katanya. 

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata memastikan, skema konsorsium yang dipakai dalam asuransi BMN sudah melalui konsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hasilnya, konsorsium tersebut bukanlah bentuk monopoli, melainkan mengumpulkan seluruh kapasitas asuransi. Sebab, tidak ada kekuatan satu atau dua perusahaan asuransi yang mampu menangani asuransi senilai triliunan tersebut. 

Isa mengatakan, skema ini memang berbeda dengan saat konsorsium asuransi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang saat itu dikompetisikan. "Untuk yang ini, hanya ada satu konsorsium. Siapa yang berminat masuk dan memenuhi syarat, silahkan," ujarnya. 

Isa menjelaskan, untuk saat ini, pihaknya masih fokus pada asuransi gedung dan bangunan. Tapi, tidak menutup kemungkinan juga untuk memberlakukannya pada jembatan maupun sarana lain. Sebab, kini, pemerintah belum dapat membedakan jembatan yang ambruk karena usia, kelebihan beban lewat atau memang karena bencana. 

Apabila seluruh standar itu sudah diatur dan dijaga, Isa mengatakan, asuransi BMN bisa saja diterapkan pada jembatan dan sarana lain. "Bukan tidak mungkin yang seperti itu diasuransikan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement