REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan tim alih kelola Blok Rokan dalam waktu dekat akan dibentuk. Kebaradaan tim alih kelola ini untuk memastikan transisi pengelolaan ladang minyak di Provinsi Riau itu berjalan lancar.
"Pemerintah dalam waktu sangat dekat akan ada titik temu. Untuk bentuk tim butuh waktu, butuh kesepakatan-kesepakatan, pertemuan-pertemuan antar para pihak," kata Kepala SKK Migas Sumatera Bagian Utara, Avicenna Darwis kepada Antara di Pekanbaru, Riau, Kamis (11/7).
Avicenna menyampaikan hal tersebut menanggapi menurunnya produksi Blok Rokan yang masih dikelola PT Chevron Pacific Indonesia pada akhir masa kontrak perusahaan itu, yang habis pada 2021. Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menyerahkan pengelolaan selanjutnya pada PT Pertamina (Persero).
Ia mengakui kondisi di akhir masa kontrak operator yang ada tentu imbasnya adalah penurunan produksi minyak. Hal tersebut disebabkan karena Chevron tentu mengurangi investasinya di ladang minyak tersebut.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, lanjut Avicenna, pemerintah membentuk tim alih kelola blok Rokan. Tim tersebut intinya Chevron dan Pertamina mencari kesepakatan dalam proses transisi, di antaranya seperti menyangkut isu lingkungan hidup, sumber daya manusia, dan menyangkut data.
"Yang jadi tantangan adalah menyangkut data, karena membangun data tidak dibangun dalam setahun, dua tahun," katanya.
Isu peralihan operator di wilayah kerja yang besar diakuinya tidak gampang untuk menentukan skema dan model investasinya. Avicenna menyatakan prosesnya hampir rampung, yang diharapkan sebelum berakhirnya kontrak wilayah kerja 2021, Pertamina bisa masuk untuk investasi.
"Sekarang sudah di ujung proses, karena sangat kompleks apalagi peralihan wilayah kerja yang produksi (minyak) hampir 200 ribu atau sekitar 190 ribu (barel per hari)," katanya.
Sebelumnya, SKK Migas menargetkan lifting minyak Blok Rokan tahun ini hanya sebesar 190 ribu barel minyak per hari (BOPD), turun 9,2 persen dibandingkan realisasi tahun 2018 yang mencapai 209.478 BOPD. Lifting minyak bumi Riau dalam lima tahun terkahir turun 5-10 persen per tahun sejalan dengan banyaknya sumur yang tua.