Kamis 11 Jul 2019 09:48 WIB

Pakai Metode Bamele, Petani Bawang Nganjuk Lebih Untung

Ini cara budidaya nonpestisida, tidak pakai bahan kimia.

Red: EH Ismail
Dirjen Hortikultura Suwandi sedang menunjuk area pertanian bawang di Nganjuk Jawa Timur
Foto: Humas Kementan
Dirjen Hortikultura Suwandi sedang menunjuk area pertanian bawang di Nganjuk Jawa Timur

REPUBLIKA.CO.ID, NGANJUK — Kebijakan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meningkatkan inovasi memotivasi petani di sana mengubah metode budidaya bawang merah. Mereka memakai metode budidaya yang unik untuk menanam bawang merah. Yakni menggabungkan usaha tani bawang merah bersamaan dengan budidaya ikan lele. 

Petani setempat menyebutnya metode Bamele alias Bawang Merah dan Lele. Hasilnya luar biasa, petani bisa menikmati keuntungan ganda, sebab keuntungan tidak hanya dari hasil bawang merah, tapi juga dari panen lele.

Susanto, petani asal Dusun Padangan Desa Banaran Kulon, Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu petani yang mencoba teknik Bamele di lahan bawang merah miliknya. Ia mengaku tujuan awal Bamele tersebut selain meningkatkan pendapatan petani, juga mengajak petani berbudidaya yang sehat dan ramah lingkungan. 

Ini cara budidaya nonpestisida, tidak pakai bahan kimia. Karena dibawahnya ada lele. “Untuk pengendalian hama kami gunakan lampu light thrap dan pengendali hayati. Jadi produk bawang merah kami sehat dan aman dikonsumsi. Buktinya, ikan lele bisa hidup dengan baik," demikian kata Susanto kepada Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi bersama rombongan saat mengungungi pertanaman bawang merah miliknya dengan metode BAMELE, Kamis (11/7)

Budidaya dengan metode BAMELE ini sangat sederhana dan benar-benar mengoptimalkan lahan. Dalam parit atau got lahan bawang merah berukuran lebar 40 sentimeter, bisa ditebar bibit lele berukuran diameter kepala 6 sampai 7 mili sebanyak 132 ribu ekor per hektar. Umur pemeliharaan lele sama dengan umur panen bawang merah yaitu 60 sampai 70 hari. 

“Hasilnya sangat memuaskan, bisa dipanen bawang merah kelas organik 16 hingga 17 ton per hektar plus 10 ton lele. Harganya saat ini juga lagi bagus, bawang merah varietas Tajuk di petani dihargai Rp 16 ribu per kilogram, sementara lele nya Rp 15 ribu per kilogram. Sangat menguntungkan," ungkapnya.

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi sangat mengapresiasi cara unik dan inovatif petani Nganjuk dalam berbudidaya bawang merah yang ramah lingkungan menggunakan teknik Bamele. Pasalnya, metode budidaya BAMELE ini sangat menarik, bisa memberi keuntungan berlipat bagi petani maupun lingkungan secara umum. Petani menerapkan budidaya nonpestisida, cukup mengandalkan lampu perangkap hama (light thrap) untuk mengatasi hama dan saluran air menjadi lebih terjaga karena diisi lele. 

Hasil panen keduanya juga sehat dan aman dikonsumsi, pendapatannya berlipat, bisa ratusan juta per hektar. "Jadinya multi purpose. Cocok dengan arahan Bapak Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk terus meningkatkan inovasi demi tingkatkan produktivitas dan kesejahteran petani serta produk kita harus berdaya saing. Ini juga sesuai dengan visi Ditjen Hortikultura yang memang mengedepankan aspek budidaya ramah lingkungan," ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian Nganjuk, Judi Ernanto yang turut mendampingi kunjungan mengatakan luas areal tanam bawang merah Kabupaten Nganjuk sekitar 14.000 hektar dengan produksi tahun lalu mencapai 152 ribu ton. Nganjuk menjadi sentra bawang merah terbesar di Jawa Timur dan ketiga di Indonesia setelah Brebes dan Bima. 

"Bamele ini inspirasinya dari Pak Bupati sendiri yang menginginkan bawang merah Nganjuk diproduksi secara ramah lingkungan. Kita ingin produksi bawang merah Nganjuk bisa berkelanjutan dan bermutu. Sesuai arahan Bupati, kami akan replikasi dan kembangkan teknologi Bamele ini ke seluruh Nganjuk. Targetnya hingga 14 ribu hektar bisa dipenuhi," tukasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement