REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan ibu kota baru diyakini pemerintah dapat memberikan kontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun, di sisi lain, pembangunan tersebut diprediksi bakal mendongkrak laju inflasi secara nasional.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas/PPN), Bambang Brodjonegoro, mengatakan, inflasi diyakini menjadi satu-satunya dampak negatif terhadap perekonomian.
"Pemindahan ibu kota bisa menyebabkan inflasi. Tapi, tambahan inflasinya kemungkinan relatif kecil atau sangat minimal," kata Bambang dalam Dialog Nasional II Pembangunan Ibu Kota Negara, di Jakarta, Rabu (26/6).
Berdasarkan penghitungan Bappenas, Bambang menuturkan, pembangunan ibu kota diperkirakan bakal menyumbang kontribusi inflasi sebesar 0,2 persen. Dengan kata lain, jika rata-rata inflasi nasional dalam kondisi normal sebesar 3,50 persen maka akan bertambah menjadi 3,70 persen.
Menurut Bambang, penambahan inflasi sekitar 0,2 persen masih dapat ditoleransi. Sebab, inflasi di kisaran 3-4 persen termasuk inflasi yang sangat rendah sejak beberapa tahun terakhir.
"Masih bisa ditolerir dan dampaknya relatif minimal," ujarnya.
Kendati demikian, Bambang mengatakan di tengah inflasi yang meningkat, kondisi itu akan disertai dengan peningkatan perdagangan antar wilayah. Bukan hanya antar kota dan provinsi tapi juga antarpulau. Karenanya, Bambang optimistis pembangunan ibu kota baru akan menjadi awal pemerataan kegiatan perekonomian.
Secara spesifik, Bambang menyebut lebih dari 50 persen wilayah akan mendapatkan manfaat dari proses pembangunan tersebut. Diharapkan pula, investasi dapat bergerak positif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan.
"Jadi bukan Jawa sentris, tapi Indonesia sentris. Ini yang diinginkan kita semua," kata dia.