Selasa 25 Jun 2019 05:15 WIB

OCBC Yakin Penurunan Pajak Obligasi tidak Gerus Likuiditas

Pemerintah akan memangkas pajak bunga obligasi

Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank OCBC NISP Tbk menganggap tidak akan ada tekanan signifikan pada likuiditas perbankan terutama Dana Pihak Ketiga (DPK), jika pemerintah memangkas pajak bunga obligasi. Pemerintah memangkas pajak bunga obligasi dari 15 persen menjadi lima persen.

Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengatakan sasaran bisnis dari investor peminat obligasi terkait infrastruktur yang notabene obligasi korporasi berbeda dengan sasaran bisnis peminat instrumen investasi di perbankan seperti deposito.

Baca Juga

Dia meyakini meskipun daya tarik obligasi meningkat karena pajak bunga yang menurun, simpanan atau investasi di perbankan tidak akan tergerus berpindah ke obligasi. "Dampaknya relatif terbatas karena profil investasi relatif berbeda, antara lain produk perbankan lebih bersifat jangka pendek, sedangkan obligasi adalah jangka panjang, jadi cukup saling melengkapi," ujarnya, Senin (24/6).

Pernyataan Parwati tersebut menanggapi informasi dari pemberitaan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan memangkas pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi menjadi lima persen dari yang sebelumnya berlaku sebesar 15 persen.

Adapun pajak bunga obligasi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 100 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Bunga Obligasi. Dalam aturan itu, bunga obligasi berbentuk bunga dan/atau diskonto untuk Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan Badan Usaha Tetap (BUT) ditetapkan 15 persen, sebelum dilakukan penyesuaian.

Menurut Parwati, penurunan pajak bunga obligasi justru akan mampu menyerap likuiditas ke pasar keuangan domestik dari pasar keuangan di mancanegara, karena pajak bunga obligasi menjadi lebih kompetitif dibanding pajak bunga instrumen keuangan di negara lain.

Di kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengkhawatirkan turunnya pajak bunga obligasi infrastruktur akan menjadi alasan perbankan untuk menaikkan suku bunga simpanan, dan pada akhirnya suku bunga kredit. Hal itu karena turunnya pajak bunga surat utang akan menimbulkan perpindahan dana karena margin keuntungan yang didapat investor dari obligasi akan lebih tinggi.

"Ada perbedaan cukup mendasar karena kalau pajak atas bunga simpanan perbankan misalnya deposito, sebesar 20 persen, sementara untuk obligasi turunnya hingga menjadi lima persen dari 15 persen. Akan ada tekanan pada bank dalam menghimpun simpanan (Dana Pihak Ketiga)," kata Tauhid Ahmad.

Menurut dia, sebelum pajak bunga obligasi dipangkas, daya tarik instrumen simpanan perbankan sudah tidak kompetitif jika dibandingkan kisaran imbal hasil (yield) berbagai jenis obligasi. Misalnya, kata Tauhid, bunga atau imbal hasil untuk obligasi saat ini di kisaran delapan persen hingga 9,25 persen.

Sedangkan bunga simpanan yang ditawarkan perbankan dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) maksimal tujuh persen.

"Ambil dengan skenario jangka pendek dengan bunga obligasi delapan persen maka apabila investor investasi Rp100 juta maka imbal hasil yang didapatkan setelah bunga obligasi diturunkan dari 15 persen menjadi 5 persen menjadi sebesar Rp7,6 juta. Tetapi apabila investor tetap menanamkan pada bunga deposito dengan bunga paling tinggi saat ini itu dapatnya cuma tujuh persen. Setelah itu imbal hasilnya akan dikurangi pajak hingga 20 persen," ujarnya memaparkan.

Menkeu Sri Mulyani belum menjelaskan lebih rinci terkait rencana pemangkasan bunga obligasi tersebut. Rencana penurunan tarif pajak atau PPh final bunga obligasi ini rencananya menjadi salah satu insentif fiskal yang bakal dikeluarkan pemerintah guna mendorong investasi. Selain insentif tersebut, pemerintah juga bakal memangkas tarif PPh badan.

Rencana pemerintah untuk menurunkan bunga obligasi sebenarnya sudah lama dikaji. Penurunan bunga surat utang tersebut diharapkan pemerintah dapat menarik minat investor untuk memiliki instrumen investasi tersebut. Penurunan tarif obligasi juga diharapkan meningkatkan pendalaman pasar keuangan.

Saat ini, pajak bunga obligasi dipatok 15 persen untuk Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan 20 persen bagi wajib pajak luar negeri sesuai PP Nomor 100 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement