REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6 persen. BI mempertahankan bunga acuan selama tujuh bulan terakhir, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
Menurut Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto keputusan BI merupakan langkah tepat. BI mempertimbangkan faktor ketidakpastian eksternal yang masih tinggi serta tekanan terhadap defisit transaksi berjalan (CAD) yang masih berpotensi melebar mendekati kisaran 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Dengan potensi tersebut bisa mempengaruhi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) karena masih lemahnya ekspor, yang patut diapresiasi RDG BI memberikan ruang relaksasi pada sisi kebijakan makroprudensial dengan cara menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank konvensional dan bank syariah, dengan tujuan melonggarkan pengetatan likuiditas," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Jumat (21/6).
Menurutnya penurunan GWM memberikan sinyal cukup efektif untuk memberi ruang gerak bagi bank dalam mengelola likuiditasnya tanpa harus menaikkan biaya dana. Sehingga, ini menghindarkan terjadinya perang bunga Dana Pihak Ketiga (DPK).
"Pelonggaran ini juga memberikan ruang lebih nyaman bagi bank dalam melakukan ekspansi kredit tanpa terkendala oleh rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang tinggi karena LDR pasca relaksasi GWM menjadi lebih rendah dari sebelumnya," ungkapnya.
Riyan menambahkan permintaan kredit pada kuartal-kuartal berikutnya akan terdorong karena bank tidak harus menaikkan bunga kredit lantaran biaya dana tidak berubah. "Jadi untuk RDG kali ini, BI lebih mengutamakan jalur kebijakan makroprudensial daripada jalur suku bunga dan ini tepat di tengah kondisi perekonomian global dan domestik yang berpotensi melambat," jelasnya.