REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Perdagangan elektronik atau yang lebih dikenal e-commerce sudah bergerak cepat di dunia, terutama Indonesia. Namun sayangnya, Usaha Kecil Menengah (UKM) masih segan untuk merambah ke sana.
"Mungkin karena belum paham atau merasa nyaman dengan kondisi saat ini, atau mereka masih ragu-ragu untuk masuk e-commerce," kata Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Marolop Nainggolan dalam kegiatan "Seminar dan Workshop Perluasan Pangsa Produk Indonesia di Pasar Luar Negeri melalui Pemanfaatan E-Commerce”, di Hotel Aria Gajayana, Kota Malang, Rabu (19/6).
Berdasarkan fenomena tersebut, Kemendag mengajak pelaku UKM untuk memahami e-commerce dari dasar. Penjelasan ini tidak serta merta menyuruh pelaku usaha untuk masuk e-commerce. Sebab, segala sesuatunya harus melewati berbagai proses.
Di tahap awal, pelaku UKM akan mendapatkan penjelasan ihwal foto produk yang menarik untuk bisnis. Lalu dikenalkan alat yang harus dipergunakan. Hal ini termasuk ihwal kalimat promosi supaya orang tertarik dan mengerti produk yang dijual.
Saat ini, Kemendag juga mengklaim tengah membuka akses pasar internasional. Salah satunya dengan menggandeng Korea International Trade Association. Selain itu juga dengan Jepang, Belanda, Swiss, Amerika.
"Jadi tidak sekedar mendorong pelaku usaha untuk masuk ke e-commerce, dan tidak mengenalkan pasar yang ada. Kami juga menyiapkan pasar yang ada untuk pelaku usaha tersebut," tambah Marolop.
Di sisi lain, Kemendag tengah menyiapkan pilot project untuk membimbing pelaku usaha yang terpilih. Kemendag akan mengarahkan mereka supaya bisa berbisnis sampai ke luar negeri. Proses bimbingan ini direncanakan berlangsung kurang lebih satu tahun.
Di program tersebut, Kemendag akan memilih 10 pelaku usaha. Mereka kelak mendapatkan pendampingan seperti perihal administrasi. Lalu penjelasan produk, pembiayaan sampai masuk ke pasar internasional.
"Kami akan memilih nanti, kemungkinan besar makanan dan minuman. Kami akan kerja sama dengan kabupaten kota untuk memilih 10 pelaku usaha ini, karena kami sadar pemda sudah ada yang mulai e-commerce," jelasnya.
Meski telah tersedia, platform di daerah belum sesuai dengan diperlukan oleh dunia e-commercer. Kebanyakan dari mereka masih bercampur aduk produknya. "Ada satu toko isinya macam-macam, yang dipromosikan toko di platform tersebut, bukan barang secara spesifik," kata Marolop.
Menurut Marolop, barang yang dijual pada dunia e-commerce harus spesifik. Sebab, bukan perusahan tapi barang yang perlu dipromosikan. Oleh karena itu, Kemendag menggandeng penyedia platform sekaligus pelaku usaha untuk memberikan bimbingan.
"Jika nanti pilot project ini berhasil, silahkan diadopsi oleh pemda dan pelaku usaha lain di Indonesia," tambah Marolop.