REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mematangkan revisi Undang-Undang (UU) nomor 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan (PPh). Dalam beleid tersebut, besaran tarif PPh badan akan diturunkan menjadi 20 persen, dari sebelumnya 25 persen. Angka ini mengakomodasi keinginan para pengusaha agar iklim investasi Tanah Air makin kompetitif dibanding negara lain di Asia Tenggara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, kebijakan ini juga sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar insentif yang diberikan kepada pengusaha tidak sekadar instrumen namun bisa berjalan di lapangan. Insentif yang diberikan, ujar Sri, mencakup tax holiday, tax allowance, dan perubahan UU PPh yang mencakup penurunan PPh badan.
"Rencana kita untuk melakukan perubahan UU PPh, supaya tarifnya lebih rendah. Itu sekarang sedang di-exercise seberapa cepat dan itu sudah betul-betul harus dihitung rate-nya turun ke 20 persen. Itu seberapa cepat dan seberapa risiko fiskalnya bisa ditanggung dan bagaimana implementasinya," jelas Sri usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Rabu (19/6).
Sebagai gambaran, tarif PPh badan di Indonesia saat ini masih lebih tinggi dibanding negara lain di Asia Tenggara. Misalnya, PPh Badan di Singapura sebesar 17 persen, Thailand sebesar 20 persen, Vietnam sebesar 22 persen, dan Malaysia sebesar 24 persen.
Sebelumnya, Sri Mulyani juga sempat menyebutkan bahwa penyesuaian tarif PPh Badan ini dapat menjadi insentif bagi pelaku usaha karena bermanfaat untuk mendorong industri manufaktur yang berbasis ekspor maupun subtitusi impor.