Rabu 12 Jun 2019 15:00 WIB

Perang Dagang Berlanjut, Ekspor Global Lesu

Pertumbuhan ekonomi global tahun ini bakal menyentuh 2,6 persen

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Engartiasto Lukita mengatakan, tensi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China berimbas pada lesunya kinerja ekspor global. Hal itu secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara global.

Berdasarkan rilis dari World Trade Organisation (WTO), kata Enggar, pertumbuhan ekonomi global bakal melambat dan tercatat telah mengalami penurunan sejak tiga tahun lalu. Dari proyeksi WTO, kata dia, pertumbuhan ekonomi global tahun ini bakal menyentuh 2,6 persen atau anjlok jika dibandingkan tahun 2017 sebesar 4 persen.

Baca Juga

“Kalau di 2018 masih 3,6 persen. Artinya, tidak ada satu pun negara yang mengatakan ekspornya meningkat saat ini,” kata Enggar kepada wartawan, di Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Rabu (12/6).

Dia mencontohkan, perang dagang berimbas terhadap melorotnya ekspor perusahaan teknologi asal China, Huawei. Ekspor yang turun tersebut disebabkan adanya pelarangan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap komponen yang digunakan sebagai produksi dari berbagai negara termasuk Amerika Serikat. Sebab, industri komponen tersebut juga ada yang diproduksi di Amerika.

Menurut Enggar, jikalau harga komponen tersebut naik, hal itu bakal memicu inflasi dan daya beli masyarakat akan terganggu. Sehingga dia memastikan, efek perang dagang apabila tensinya tidak menurun bakal terus mempengaruhi kinerja ekspor seluruh negara di dunia. Untuk itu dia mengatakan, Indonesia akan terus menggenjot peningkatan ekspor dengan membuka pasar baru.

“Seluruh perjanjian dagang dengan negara-negara potensial dan tidak terlibat langsung dengan perang dagang bakal kita percepat,” kata dia.

Dia menjelaskan, dengan kondisi yang serba tidak pasti, pemerintah Indonesia akan terus menjaga pasar lama sambil terus mempercepat sejumlah perjanjian kerja sama dengan negara pasar baru atau nontradisional. Dia mencontohkan, negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia sangat agresif dalam membuka pasar baru sehingga Indonesia perlu bergerak cepat agar tidak tertinggal.

Di sisi lain, Enggar menyebut, adanya perang dagang secara tidak langsung menciptakan krisis kepercayaan atas sistem perdagangan secara multilateral. Sehingga, hampir seluruh negara global menjalankan sikap proteksi terhadap produk impor ke negaranya.

Untuk itu, dalam pertemuan menteri-menteri dalam forum G20, di Jepang, beberapa waktu lalu, Indonesia secara khusus memberikan masukan agar proteksionisme perdagangan dapat diturunkan.

“Hal ini penting, terutama bagi negara-negara berkembang supaya ekspor kita tidak turun,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement