Selasa 28 May 2024 15:06 WIB

Ekonom: Kondisi Global tak Bersahabat Bagi Ekonomi RI

Hal tersebut memberikan beban berat bagi pertumbuhan ekonomi.

Ilustrasi pergerakan ekonomi Indonesia.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ilustrasi pergerakan ekonomi Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan kondisi global saat ini tidak bersahabat bagi Indonesia. Hal tersebut memberikan beban yang luar biasa berat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.   

"Untuk itu, perlu kemauan kuat dan rencana tepat dari pemerintahan baru. Namun, disadari 'kaki-kaki' yang dimiliki demikian lemah dengan gambaran fundamental ekonomi yang agak memprihatinkan," ujar Wijayanto dalam diskusi Indef bertajuk "Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Ekonomi?" di Jakarta, Senin (27/5/2024).

Baca Juga

Wijayanto mengatakan perang Rusia dengan Ukraina, eskalasi di timur tengah, perang dagang AS dengan Cina yang berkepanjangan, dan disrupsi suku bunga global tentu akan berimbas pada ekonomi domestik. Dia menyampaikan harga komoditas yang berfluktuasi dan menunjukkan tren menurun pun akan berdampak pada harga komoditas nasional.

"Daya saing ekonomi semakin terpuruk, semakin tergantung pada komoditas SDA. Tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi masih tinggi," ucap Wijayanto. 

Wijayanto menyebut hal itu merupakan gambaran bagi beban berat perekonomian Indonesia yang juga memperlihatkan tingginya angka pengangguran dan gagal memanfaatkan bonus demografi. Wijayanto menyoroti warisan program populis dan boros anggaran dari pemerintah sebelumnya seperti IKN, Kereta Cepat, subsidi dan bansos berlebih. 

"Perlu segera evaluasi atas kebijakan tumpang tindih dan tidak pasti, sehingga menyebabkan daya tarik investasi merosot," sambung Wijayanto. 

Wijayanto mengatakan langkah memperkuat kaki-kaki ekonomi nasional bisa dilakukan dengan memperkokoh kolaborasi, memperbaiki konsistensi kebijakan, dan memperkuat penegakan hukum, reindustrialisasi dengan mendorong hilirisasi berkualitas di berbagai sektor. Pemerintah, lanjut dia, juga harus menurunkan biaya logistik dengan pendekatan regulasi, infrastruktur, manajemen logistik dengan mempermudah regulasi, akses pendanaan dan pendekatan jemput bola.

"Jangan lupa meningkatkan penerimaan pajak melalui perbaikan institusi, memperbesar sektor manufaktur dan formal, kebijakan pajak yang rasional," kata Wijayanto. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement