REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arus mudik yang berlangsung sejak 30 Mei 2019 telah usai. Jutaan masyarakat pulang ke kampung halaman masing-masing untuk bertemu sanak saudara. Hal itu diharapkan akan menjadi momentum peningkatan kegiatan perkonomian di daerah yang selama ini cenderung terpusat di ibu kota.
"Kita tentu berharap bahwa momentum lebaran ini bisa dimanfaatkan," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati kepada wartawan saat menggelar Open House di Kediaman Rumah Dinas, Jakarta, Rabu (6/5).
Sri mengatakan, berdasarkan laporan yang ia terima, saat ini banyak masyarakat yang pulang ke kampung halaman melalui jalur darat. Oleh sebab itu, diharapkan pula tingkat konsumsi masyarakat di kota-kota yang dilewati tersebut dapat mengalami peningkatan.
Kemacetan yang kerap kali menjadi momok dalam arus mudik setiap tahun juga mulai berkurang pada hari ini. Karena itu, Sri menilai, semestinya masyarakat pemudik dapat memiliki waktu lebih banyak bersama keluarga karena waktu perjalanan telah lebih singkat.
"Tentu mereka punya banyak waktu dengan teman dan keluarga. Oleh karena itu, mereka pasti akan mencari berbagai aktivitas yang bisa menyebabkan dampak denyut ekonomi," ujar Sri.
Peningkatan konsumsi rumah tangga di daerah diharapkan dapat terjadi dalam satu pekan ke depan. Tak hanya di wilayah Pulau Jawa saja, Sri berharap peningkatan konsumsi dapat terjadi di luar Jawa, hingga ke daerah-daerah pelosok Indonesia tempat asal para pemudik.
Pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi aparatur sipil negara yang telah dicairkan sejak 24 Mei 2019 lalu pun diharapkan dapat menunjang kegiatan konsumsi masyarakat. Sebagaimana diketahui, konsumsi merupakan penopang terbesar pertumbuhan ekonomi nasional saat ini. Lebih dari 50 persen pertumbuhan disumbang dari konsumsi masyarakat.
Sri mengatakan, pemerintah sampai saat ini masih berusaha untuk dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,3 persen. Menurut dia, tantangan untuk mencapai target tersebut ada pada ekspor serta defisit transaksi berjalan yang hingga kini masih dialami Indonesia.
Lagi-lagi, Sri mengatakan, dua hal itu terutama terjadi akibat suasana iklim perdagangan global yang tidak pasti. Hal itu secara langsung menimbulkan tekanan terhadap ekspor komoditas dari Indonesia kepada negara-negara tujuan ekspor.
"Pokoknya sampai garis finish (kejar target). Tidak boleh menyerah," ujarnya