Selasa 04 Jun 2019 18:06 WIB

Ikhtiar Menuju Industri Kelistrikan Ramah Lingkungan

Menujudkan produsen energi ramah lingungan perlu dukungan regulasi juga konsumen.

Dwi Suryo Abdullah, Vice President Public Relation PLN
Foto:

PLN perlu dukungan

Upaya yang dilakukan pemerintah melaui PLN untuk mewujudkan target menuju tahun 2025 dengan bauran energi 23 persen mengunakan EBT secara masif terus dilakukan. Upaya yang dilakukan antara lain dalam pengembangan kapasitas rendah maupun implementasi dalam kapasitas yang cukup besar seperti Pembangkit Listrik Tenaga Angin di Sidrap.

Dukungan Pemerintah sangat besar pengaruhnya terutama menyangkut regulasi yang berkeadilan dan sisi pendanaan mengingat masih tingginya Biaya Pokok Produksi Pembangkit Listrik dari EBT dibanding dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU Batubara).

PLTS sebagai upaya perwujudan program listrik ramah lingkungan atau renewable energy akan sangat bermanfaat apabila diterapkan di pulau- pulau kecil atau sedang. Tipe yang cocok adalah PLTS Komunal bukan PLTS Atap. Meski sudah ada yang memanfaatkan PLTS Komunal namun belum bisa maksimal.

Sebab, tidak semuanya dilengkapi dengan Baterai sebagai penyimpun energi listrik dalam bentuk arus searah (direct current) sehingga hanya bermanfaat selama 4 - 5 jam/ hari itupun hanya sekitar 10 - 20 persen dari daya maksimal dalam sistem 20 kV di remote area tersebut sisanya rata-rata masih menggunakan PLTD.

Namun demikian perlu dukungan dan perhatian yang lebh dari pemerintah agar pemanfaatan PLTS Komunal dengan teknologi baterai di remote area. Khususnya daerah kepulauan bisa lebih besar 23 persen bauran energinya apalagi daerah tersebut secara sistem kelistrikannya terpisah (isolated) dan dikategorikan remote area.

Kendala untuk merealisasikan PLTS jenis ini pada umumnya selain pendanaan juga lahan yang disediakan cukup luas. Sebagai gambaran di Pulau Moro PLTS dengan daya 200 kWp membutuhkan lahan sekitar 2000 meter persegi dan produksi rata-rata setiap bulannya 17.200 kWh.

Pemanfaatan EBT secara maksimal bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil terutama dari minyak, gas dan batubara. Selain itu sebagai perwujudan perusahan dalam mendukung program go green lingkungan yang bersih tidak menambah polusi udara disekitar pembangkit listrik sehingga mampu menjawab kebutuhan kebutuhan dunia.

Begitu pentingnya pengembangan dan pemanfaatan energi ramah lingkungan bagi dunia industri dimasa depan perlu didukung dengan regulasi. Regulasi ini mengatur tentang tarif jual ke pelanggan industri bila industri tersebut mempunyai komitmen untuk mendukung program pemanfaatan renewable energy.

Dengan begitu gerakan pengurangan energi fosil tidak hanya ditujukan kepada PLN. Pemerintah sebagai regulator perlu menetapkan tariff listrik renewable energy yang harus dibayar oleh pelanggan agar langkah masif untuk mewujudkan bauran energi sebesar 23 persen menggunakan EBT bisa tercapai di tahun 2025.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement