REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Dwi Suryo Abdullah, Vice President Public Relation PLN
Siapkah Indonesia menjadikan produsen energi terbarukan untuk penyediaan energi bagi ndustri? Ini adalah sebuah tantangan sekaigus motivasi dalam memperbaiki bauran energi penyediaan listrik di tanah air.
Untuk itu diperlukan usaha yang kuat agar dalam mewujudkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai energi yang digunakan untuk membangkitkan energi listrik.
Upaya untuk memanfaatkan EBT perlu mendapatkan dukungan yang kuat. Tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat dan pelaku dunia usaha meski banyak keterbatasan dalam mewujudkannya namun rasa optimis perlu ditanamkan kepada stakeholders.
Pemerintah telah menetapkan target bauran energi nasional dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019 s.d 2028. EBT dipatok dengan angka 23 persen pada tahun 2025. Banyak tantangan yang harus dihadapi baik dari sisi pendanaan maupun ketersediaan energi yang akan digunakan.
Misalnya, pemanfaatan panas bumi perlu melakukan pengeboran pada daerah yang potensinya cukup besar. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit disamping resiko kegagalan perlu dikendalikan.
Sedangkan untuk energi air membutuhkan waktu untuk membuat bendungan agar diperoleh head (tinggi jatuh) yang cukup untuk memutar turbin air. Bila menginginkan kapasitas yang lebih besar meskipun potensi energi air dapat memanfaatkan laju aliran air dengan mikro hidro (PLTMH) cukup banyak namun hanya menghasilkan daya listrik yang rendah.
Sementara untuk pemanfaatan angin dan sinar matahari kendala yang dihadapi berupa lokasi yang akan digunakan harus memenuhi batas minimal kecepatan angin maupun intensitas cahaya yang akan dikonversi menjadi energi listrik. Hal ini agar dana investasi secara optimal sehingga biaya pokok penyediaan mampu bersaing dan kompetitif dengan energi listrik yang dihasilkan oleh gas dan batubara.