REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, mengatakan pemerintah harus melakukan manajemen logistik dengan tepat untuk mengantisipasi lonjakan harga menjelang Lebaran.
"Pemerintah harus memperhitungkan kapan panen sehingga produksi cukup, demand tetap jadi harga stabil. Kalau suplai terbatas dan demand meningkat harga akan naik," ujar Esther dalam sebuah acara diskusi, Sabtu (25/5).
Menurut Esther, menjelang Lebaran produk yang mengalami kenaikan bisanya daging sapi, ayam, telur, gula, beras, cabai, dan bawang. Namun, sejak awal 2019, beberapa harga bahan makanan sudah mengalami kenaikan.
Esther mengatakan, produk holtikultura seperti cabai dan bawang biasanya mengalami kenaikan yang paling tinggi. Sedangkan, harga produk hewani naik 2-5 persen.
Fenomena terbaru, kenaikan bawang putih beberapa waktu lalu mencapai 23,66 persen dibanding tahun lalu. "Bawang putih naik drastis itu karena manajemen logistiknya telat. Izin impor terlalu lama," tutur Esther.
Sementara itu, harga beras tahun ini masih terbilang stabil dibandingkan tahun lalu. Menurut Esther, kestabilan harga beras tersebut disebabkan ketersediaan yang masih cukup sisa impor dari tahun lalu.
Selain memperbaiki manajemen logistik, menurut Esther, pemerintah juga harus memperhatikan biaya logistik. Esther menilai, biaya logistik yang tinggi merupakan salah satu faktor tingginya harga produk.
Dibandingkan negara-negara tetangga, Esther mengungkapkan, biaya logistik di Indonesia termasuk yang paling tinggi. Menurut Esther, biaya logistik Indonesia mencapai 23 persen, sedangkan Thailand hanya 13 persen dan Malaysia hanya 14 persen.
"Di sini perlunya campur tangan pemerintah untuk merendahkan biaya distribusi. Kalau biaya distribusi tinggi pasti ujungnya konsumen yang akan menanggung harga tinggi," kata Esther.