REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyarankan Presiden Joko Widodo membentuk lembaga khusus penanganan konflik agraria. Saat ini, konflik agraria yang terjadi dipandang penyelesaiannya tak ada kejelasan sekaligus tak berpihak pada masyarakat. Kehadiran Kementerian ATR/BPN pun dianggap bukan menjadi solusi.
Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati mengatakan perlu ada evaluasi perizinan berbasis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta kondisi faktual konflk agraria dan sumber daya alam. Ia menyebut dasar hukum evaluasi perizinan terkait dengan konflik tersebut diatur dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
"Bahkan TAP MPR tersebut sebenarnya memerintahkan Presiden untuk melakukan evaluasi keseluruhan peraturan-perundangan yang tidak merefleksikan semangat pembaruan agraria dan sumber daya alam," katanya dalam keterangan resmi pada Republika.co.id, Senin (6/5).
Ia menyebut secara teknis terdapat beberapa peraturan teknis terkait konflik dan evaluasi perizinan di tingkat Kementerian dan Lembaga. Namun berbagai peraturan itu belum mampu mengakomodir pemulihan hak rakyat dan keberlangsungan lingkungan hidup secara maksimal. Walhi menyimpulkan sejumlah rekomendasi yang perlu dilakukan Presiden guna menuntaskan kasus konflik agraria.
"Pertama, membentuk kelembagaan khusus reforma agraria yang posisinya setingkat Kementerian yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Kedua, menerbitkan Peraturan Pemerintah atau paling tidak Peraturan Presiden yang secara teknis mengatur mengenai dorongan evaluasi perizinan industri ekstratif berdasarkan persoalan konflik agraria dan sumber daya alam," ujarnya.
Kemudian, Walhi menyarankan supaya Presiden mengganti para Menteri yang terlibat konflik agraria dan sumber daya alam. Selain itu, Kementerian dan Lembaga perlu mengevaluasi perizinan industri eksraktif secara menyeluruh.
"Terakhir, menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan izin secara keseluruhan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak menyelesaikan konflik agraria dan sumber daya alam yang berada di areal konsesinya. Sekaligus memerintahkan Polri, KLHK dan Kejaksaan untuk menghentikan proses penegakan hukum terhadap rakyat akibat konflik agraria dan sumber daya alam," pintanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengadakan Rapat Terbatas “Percepatan Penyelesaian Masalah Pertanahan” pada Jumat, (3/5). Jokowi memberi arahan kepada para menterinya untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada rakyat dalam kondisi konflik agraria yang terjadi. Presiden bahkan secara tegas meminta untuk mencabut seluruh konsesi perusahaan swasta atau BUMN apabila pemegang hak konsesi mempersulit upaya percepatan pemulihan hak rakyat dalam konflik yang terjadi.