Ahad 28 Apr 2019 10:32 WIB

OSS Diharapkan Putus Rantai Kepentingan

Sisten konvensional dalam investasi berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kepentingan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Pengunjung mencari informasi mengenai sistem pelayanan perizinan berusaha teringrasi secara elaktronik (Online Single Submission/OSS) usai peluncuranya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (9/7).
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjung mencari informasi mengenai sistem pelayanan perizinan berusaha teringrasi secara elaktronik (Online Single Submission/OSS) usai peluncuranya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengakui tidak mudah untuk menghentikan atau memutus rantai kepentingan dalam proses investasi dan bisnis tidak mudah. Namun, pemerintah tetap berupaya memangkasnya dengan berbagai cara. 

Salah satu usaha yang disebutkan Iskandar adalah sistem teknologi informasi (IT) dan transparansi melalui Online Single Submission (OSS). "Kontrak yang semula dapat diubah begitu saja, kini dapat diawasi," ujarnya saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (27/4). 

Baca Juga

Iskandar menyebutkan, masih banyak yang perlu disempurnakan dalam sistem OSS. Sebab, kebijakan baru memang tidak akan mudah untuk dikenalkan dalam sebuah kelompok yang sudah terbiasa mengadopsi sistem konvensional. 

Pernyataan ini juga disampaikan Iskandar dalam menanggapi kritikan ekonom senior Faisal Basri mengenai kepentingan dan titipan dari pihak tertentu di pemerintahan. Dampaknya, kinerja bisnis di Indonesia cenderung sulit yang berdampak pada lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Iskandar menilai, kritikan yang disampaikan Faisal memang menjadi kondisi bertahun-tahun di Indonesia. Selama 70 tahun lebih merdeka, sistem di Indonesia cenderung hanya menggunakan sistem konvensional dalam investasi yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan atau penyelewengan. "Sudah 70 tahun kita biarkan seperti ini, perlawanannya luar biasa," ucapnya. 

Dengan sistem OSS, Iskandar berharap proses perizinan investasi di daerah dapat semakin lancar dan transparan. Sebab, 223 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang membutuhkan dana investasi sekitar Rp 4.150 triliun tidak akan bisa tertutupi apabila sekadar mengandalkan APBN, melainkan harus melibatkan swasta. 

Sebelumnya, Faisal menjelaskan, pemerintahan harus bersih dari orang-orang yang memperlambat gerak kinerja pemerintah. Termasuk, bersih dari mereka yang menunggangi kepentingan negara demi keuntungan dirinya sendiri. 

"Mereka membuat pertumbuhan ekonomi kita cuma naik nol koma," katanya. 

Faisal menjelaskan, kontrak perjanjian investasi merupakan sama dengan landasan hukum yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Apabila terjadi vested interest atau kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali, kontrak dapat diubah dengan begitu mudah. Dampaknya, kinerja ekonomi dalam negeri tidak dapat maksimal. 

Faisal juga menyebutkan, permasalahan yang kerap muncul akibat vested interest adalah persaingan bisnis antara swasta dengan BUMN. Padahal, dalam pengalamannya selama ini, dua pihak itu dapat berkolaborasi dengan baik satu sama lain. Termasuk dalam mengembangkan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan Pembangunan Pelabuhan New Priok di Jakarta Utara. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement