Kamis 14 Mar 2019 11:20 WIB

Anies: Jakevo Tidak Tumpang Tindih dengan OSS

Semua perizinan harus melalui OSS terlebih dulu baru masuk Jakevo.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Friska Yolanda
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan (kanan) dan Direktur PT Indonesia Lebih Aman Muhammad Fardhan (kiri) di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (12/3).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan (kanan) dan Direktur PT Indonesia Lebih Aman Muhammad Fardhan (kiri) di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (12/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menegaskan sistem perizinan online milik DKI, Jakevo, tak tumpang tindih dengan Online Single Submission (OSS) milik pemerintah pusat. Menurut dia, Jakevo tetap diperlukan karena sudah terintegrasi dengan informasi tata ruang DKI Jakarta.

"Enggak ada (tumpang tindih), justru disinkronkan jadi satu. Izinnya harus menyesuaikan dengan tata ruang nah di kami ketika menggunakan Jakevo proses perizinan itu sudah sinkron," ujar Anies di kawasan Jakarta Timur, Kamis (14/3).

Baca Juga

Ia menjelaskan, proses perizinan di wilayah DKI Jakarta tetap harus melalui OSS. Kemudian tahap selanjutnya akan masuk ke Jakevo karena, lanjut Anies, setiap perizinan harus sesuai tata ruang yang berlaku di DKI. Lalu ketika selesai diproses di Jakevo, akan kembali lagi ke OSS.

"Pintu masuknya semua orang lewat OSS tapi begitu masuk OSS dan mengajukan izin usaha di Jakarta dia langsung masuk ke sistem kita. Setelah selesai diproses dia kembali lagi ke OSS," kata Anies.

Untuk itu, Anies mengatakan, timnya akan berkomunikasi dengan pihak Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membahas sinkronisasi Jakevo dan OSS. Akan tetapi, menurut Anies, berdasarkan pertemuannya dengan Darmin dua bulan lalu, Jakarta ingin sebuah satu kesatuan perizinan.

"Nanti, itu sedang di ajuin, apa tim bicara dengan Kemenko nanti ketika sudah selesai sinkronisasi baru. Saya ke Kemenko itu kira-kira dua bulan lalu di situ kita bicarakan bagaimana kita bisa menjadikan sebagai sebuah kesatuan," jelas Anies.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta pemerintah daerah agar tidak membuat sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS) tersendiri. Hal ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih atau overlap antara regulasi di tingkat pemerintah pusat dengan daerah. 

Darmin menjelaskan, setidaknya ada dua blok besar perizinan yang menjadi tanggungan pemerintah. Pertama, OSS yang sudah memanfaatkan perkembangan teknologi. Kedua, ease of doing business (EoDB) yang belum dituangkan dalam bentuk aplikasi terintegrasi seperti OSS. 

"EoDB biasa diukur dari Jakarta dan Surabaya sebagai kota besar," katanya dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi 2019 di Tangerang Selatan, Selasa (12/3).

Namun, Darmin melihat, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta justru terlebih dahulu membuat beberapa perizinan berbasis IT yang serupa dengan OSS. Padahal, sebagai wilayah yang dijadikan lokasi survei untuk laporan EoDB, Jakarta dan Surabaya lebih membutuhkan sistem IT untuk EoDB. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement