REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak berekspektasi tinggi terhadap Online Single Submission (OSS). Itu karena, tambahan anggaran yang diusulkan kementerian sebesar Rp 875 triliun tidak disetujui.
Bahlil mengatakan, dengan persetujuan anggaran sebesar Rp 1,22 triliun, artinya anggaran yang diajukan untuk OSS tidak disetujui. Ia menambahkan, sistem layanan OSS akan seperti mobil Avanza bekas ke depannya.
"Pada rapat kemarin saya mengibaratkan seperti mobil Mercy lari kecepatan 160 (km/jam) nyaman dan tenang. Kalau sekarang OSS kita seperti Avanza, itu pun seken kalau lari 160 (km/jam) jatuh dari jalan tol," tutur dia.
Maka, ia meminta jajaran anggota dewan ke depannya tidak menyalahkan dirinya jika layanan OSS tidak seperti yang diharapkan. Sebelumnya, usulan tambahan anggaran bagi OSS yang telah diajukan dan disetujui Komisi VI DPR pada Juni 2023 tidak terealisasi.
Meski begitu, pada rapat sebelumnya Bahlil tetap menyatakan keyakinannya target investasi pada 2024 sebesar Rp 1.650 triliun bisa tercapai. Pasalnya, kata dia, selama ini realisasi investasi mencapai target.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kata dia, setiap tahun target investasi ditingkatkan. Pada 2021 misalnya, realisasi investasi pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebesar Rp 858,5 triliun, namun dinaikkan menjadi Rp 900 triliun.
Lalu pada 2022 naik menjadi Rp 1.200 triliun, padahal target dalam RKP sebesar Rp 968,4 triliun. Kemudian pada 2023 meningkat menjadi Rp 1.400 triliun, sedangkan target di RKP sebesar Rp 1.099 triliun.
"Kita mampu selesaikan. Maka insya Allah target investasi 2024 sebesar Rp 1.650 triliun bisa tercapai," tuturnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR seperti dipantau Republika.
Bahlil menyebutkan, pada semester I 2023, realisasi investasi sebesar Rp 678,7 triliun. Angka tersebut setara 48,5 persen dari target presiden yang sebesar Rp 1.400 triliun atau 61,7 persen dari target RKP.
Dari realisasi itu, sambungnya, sebanyak Rp 345,9 triliun atau 52,3 persen berada di luar Jawa. Lalu sebanyak Rp 323,8 triliun atau 47,7 persen di Jawa.