Kamis 25 Apr 2019 08:03 WIB

Surplus Padi di Aceh Menjadi Percontohan untuk Daerah Lain

Inovasi teknologi pertanian merupakan pengungkit utama produksi padi.

Red: EH Ismail
Petani memanen padi di areal persawahan yang terendam banjir di Desa Pilangsari, Sayung, Demak, Jawa Tengah, Kamis (11/4/2019).
Foto: Antara/Aji Styawan
Petani memanen padi di areal persawahan yang terendam banjir di Desa Pilangsari, Sayung, Demak, Jawa Tengah, Kamis (11/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aceh merupakan salah satu provinsi yang telah berhasil memproduksi padi. Berkat ketekunan para petani dan komitmen Pemda setempat, hasil panen padi di sana surplus.

Daerah istimewa tersebut dapat menjual hasil produksi gabah ke provinsi tetangga. “Kita optimistis akan terus genjot produksi padi yang dapat berdampak singnifikan pada peningkatkan pendapatan petani,“ ujar Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah MT, dalam keterangan tertulis pada Kamis (25/4).

Aceh tidak hanya fokus di hulu yaitu dengan menggenjot produksi di lahan petani, tetapi juga menggarap industri hilir karena nilai tambah keuntungan di hilir jauh lebih besar. Sebagai contoh saat ini petani Aceh menjual gabah dengan harga sekitar Rp 4.500,-/kg. Padahal kalau dijual dalam bentuk beras harganya jauh lebih tinggi, yaitu sekitar Rp 10.000-11.000,-/kg. 

Apalagi beras premium bisa mencapai Rp 13.000,-/kg. “Sehingga hal ini menyebabkan petani Aceh hanya mendapat keuntungan sekitar 40 persen. Sedangkan para middle man dari provinsi tetangga mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar,“ jelas Nova

Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian Prof  Dedi Nursyamsi mewakili Menteri Pertanian menyatakan bahwa pencanangan penanaman padi IP 300 di Kabupaten Aceh Besar merupakan terobosan yang luar biasa. Karena program tersebut dapat meningkatkan produksi padi secara signifikan. 

Pembangunan infrastruktur pertanian berupa bendung di Krueng Aceh dan Krueng Jreu mampu mengairi lahan sawah sekitar 29.000 ha. Termasuk di dalamnya ada yang IP 100 dan IP 200. Bahkan hari ini dimulai IP 300 untuk lahan sawah seluas 500 ha, sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hasil padi Aceh.

Selain infrastruktur, inovasi teknologi pertanian merupakan pengungkit utama produksi padi. Saat ini, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Aceh mulai memperkenalkan varietas Inpari 32. Keunggulannya adalah potensi hasil tinggi sekitar 12 ton/ha GKP. Prosesnya dengan cara tanam jajar legowo, pemupukan berimbang dan lain-lain.

“Mekanisasi pertanian berupa penggunaan alsintan seperti traktor roda 4, jarwo transplanter, combine harvester, dan lain-lain mutlak diperlukan untuk mendukung IP 300 agar biaya produksi hemat dan prosesnya berlangsung cepat, “ ujar Dedi

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi Aceh, A Hanan SP, mengatakan bahwa dengan produktivitas rata-rata sekitar 8 t/ha GKP, harga gabah sekitar Rp 4.500,-/kg, dan IP 300, maka setiap hektare sawah dapat menghasilkan sekitar Rp 108 juta/tahun atau untuk 500 ha dapat hasil sekitar Rp 54 miliar.

Tahun depan IP padi 300 akan dikembangkan di 3 kabupaten lainnya, yaitu di Aceh Barat Daya, Pidie, dan Aceh Utara seluas 2000 ha. “Dengan demikian maka produksi padi Aceh akan meningkat signifikan dan tentu pendapatan petani juga meningkat, “ pungkas Hanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement