Selasa 16 Apr 2019 13:22 WIB

Ekspor Tahunan Melambat, Kemendag: Permintaan Dunia Melemah

Perang dagang antara AS dan China membuat permintaan produk di pasar global melemah

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN – Kinerja ekspor Indonesia selama kuartal pertama 2019 melambat dibandingkan pencapaian tahun lalu. Perlambatan ekspor terjadi baik secara akumulasi kuartalan maupun hitungan per bulan. Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan, kondisi pelemahan ekspor yang tengah terjadi akibat menurunnya permintaan pasar global.

“Pertumbuhan ekonomi dunia yang rendah atau melemah saat ini, maka permintaan juga akan menurun di tengah kondisi pasar yang makin sempit,” kata Enggartiasto Lukita di Tangerang Selatan, Selasa (16/4).

Baca Juga

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia sejak bulan Januari hingga Maret 2019 masing-masing sebesar 13,33 miliar dolar AS, 10,64 miliar dolar AS, dan 11,95 miliar dolar AS. Sementara, pada periode sama di tahun lalu masing-masing mencapai 13,05 miliar dolar AS, 11,95 miliar dolar AS, dan 12,22 miliar dolar AS.

Adapun akumulasi nilai ekspor nonmigas sepanjang kuartal pertama 2019 mencapai 37,07 miliar dolar AS. Nilai tersebut, turun dibanding akumulasi nilai sepanjang kuartal pertama 2018 yang mampu mencapai 40,22 miliar dolar AS.

Enggartiasto menjelaskan, hal ini juga tak lepas dari perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan Cina. Perang dagag tersebut, diakui atau tidak cukup mempengaruhi pasar dunia sehingga tingkat permintaan produk di pasar global ikut terkoreksi. Disaat bersamaan, tren proteksionisme terhadap produk impor turut diikuti beberapa negara.

Karena itu, Enggar mengatakan, mengenai ekspor akan sangat bergantung pada kondisi harga yang ditawarkan negara eksportir, kualitas produk, hingga bea masuk yang diterapkan di negara tujuan ekspor.

“Kebijakan bea masuk akan menguntungkan bagi mereka yang sudah memiliki perjanjian perdagangan. Makanya kita bekerja dengan Kementerian Perindustrian untuk bisa mendorong proses perjanjian dagang,” ujar Enggar.

BPS juga mencatat, neraca perdagangan Indonesia selama kuartal pertama 2019 mengalami defisit 190 juta dolar AS. Defisit disebabkan akibat laju nilai impor yang masih lebih besar daripada ekspor. Pelemahan ekspor terhadap impor terjadi baik di sektor migas maupun nonmigas.

Namun, Enggar mengaku tak khawatir dengan kondisi tersebut. Sebab, kata dia, besarnya nilai impor yang dialami Indonesia saat ini akibat dari adanya peningkatan impor bahan baku dan barang modal.

“Sekali lagi kami tidak khawatir karena ini menunjukkan pertumbuhan industri meningkat,” ujar Enggar

Ia menegaskan, upaya industrialisasi dari berbagai aspek yang dilakukan pemerintahan saat ini akan terlihat pada tahun ini. Enggar pun menilai, defisit neraca perdagangan yang masih tercatat oleh BPS akan menghasilkan kinerja ekspor yang lebih baik di masa mendatang. Sebab, impor bahan baku dan barang modal ditujukan untuk bisa menghasilkan produk yang berorientasi kepada ekspor. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement