Sabtu 13 Apr 2019 12:25 WIB

IMF Sebut Risiko Penurunan Ekonomi Asia Tenggara Meningkat

Perlambatan perdagangan hingga harga minyak menjadi risiko di Asia tenggara.

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi
Foto: pixabay
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) pada Jumat (12/4) mengatakan prospek pertumbuhan ekonomi Asia-Pasifik tetap relatif stabil. Namun, risiko-risiko penurunan telah meningkat, menyoroti perlambatan perdagangan, harga minyak yang lebih tinggi, dan volatilitas pasar keuangan global.

"Jika perlambatan perdagangan ternyata lebih terasa dan lebih tahan lama, itu jelas akan memengaruhi pertumbuhan di kawasan Asia-Pasifik," kata Direktur Departemen IMF untuk Asia dan Pasifik, Changyong Rhee, dalam konferensi pers di Pertemuan Musim Semi IMF dan Bank Dunia.

Baca Juga

Ketidakpastian kebijakan perdagangan dapat menimbulkan ancaman baru bagi pertumbuhan. IMF memproyeksikan Asia tumbuh 5,4 persen pada 2019 dan 2020, sebagian besar tidak berubah dari perkiraan sebelumnya pada Oktober. Rhee mencatat bahwa kawasan itu terus menyumbang lebih dari 60 persen pertumbuhan global.

IMF pada Selasa (9/4) merevisi naik proyeksi pertumbuhan 2019 untuk Cina menjadi 6,3 persen, naik 0,1 poin persentase dari estimasi sebelumnya pada Januari. Rhee mengatakan kepada Xinhua bahwa revisi naik mencerminkan dampak gabungan dari perkembangan terakhir dalam perundingan perdagangan Cina-AS, kebijakan fiskal ekspansif Cina yang lebih kuat dari yang diperkirakan, dan ekonomi global yang melambat.

"Respons kebijakan fiskal Cina yang lebih besar dari perkiraan akan membantu mengimbangi dampak permintaan eksternal yang lebih lemah," katanya.

Di Jepang, ekonomi diproyeksikan akan meningkat sebesar satu persen pada tahun 2019. IMF memperkirakan perlambatan pertumbuhan bertahap menjadi 0,5 persen tahun depan.

Di India, pertumbuhan diperkirakan meningkat hingga 7,3 persen tahun fiskal ini, di tengah sikap kebijakan yang lebih ekspansif. Menyusul risiko-risiko penurunan, IMF menyarankan agar ekonomi Asia mengadopsi kebijakan yang gesit, waspada, dan bijaksana.

"Kebijakan-kebijakan ekonomi makro harus bertujuan menstabilkan pertumbuhan sambil memastikan keberlanjutan dan meningkatkan ketahanan," kata Rhee.

Secara paralel, kata dia, kebijakan keuangan harus bertujuan untuk mengatasi kerentanan dari leverage tinggi dan membangun penyangga-penyangga."Asia juga perlu fokus pada kebijakan untuk mempertahankan momentum pertumbuhannya dalam jangka panjang dalam menghadapi penurunan pertumbuhan produktivitas dan penuaan yang cepat," kata Rhee.

Itu termasuk reformasi pasar tenaga kerja dan produk, memperkuat pengeluaran sosial untuk mengatasi meningkatnya ketidaksetaraan, dan upaya untuk membuka ekonomi kawasan lebih lanjut ke perdagangan yang dapat mengurangi risiko-risiko dari meningkatnya proteksionisme global dan membantu meningkatkan ketahanan Asia.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement