Kamis 11 Apr 2019 06:40 WIB

Infrastruktur Hingga Inisiatif Pemda Jadi Tantangan KEK

Infrastruktur di KEK harus memfasilitasi koneksi lokasi bahan baku dan industri.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Presiden Joko Widodo bersiap meresmikan proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Senin (1/4/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo bersiap meresmikan proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Senin (1/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, kawasan ekonomi khusus (KEK) memiliki potensi besar dalam menarik investasi apabila memang dikelola dengan optimal. Konsep ini sudah banyak diaplikasikan di sejumlah negara seperti Cina dan Malaysia yang sekarang mulai fokus mengembangan KEK. 

Melalui KEK, Bhima menilai, pemerintah dapat mendatangkan perusahaan asing maupun domestik untuk menjalankan aktivitas ekonomi di Indonesia dengan segala kemudahan yang diberikan. Khususnya di sektor manufaktur atau pengolahan. “Apalagi ketersediaan bahan baku di Indonesia sudah cukup baik,” katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (10/4).

Bhima memberikan contoh KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara. Penetapan kawasan tersebut untuk pusat industri kimia sudah tepat mengingat banyak perkebunan kelapa sawit di sekitarnya. Kondisi tersebut memungkinkan pengusaha di kawasan industri dapat memenuhi ketersediaan bahan baku dengan mudah dan efektif.

Hanya saja, Bhima menyebutkan, masih banyak permasalahan yang dihadapi KEK di Indonesia. Salah satunya, infrastruktur dasar untuk memenuhi aktivitas industri seperti jalan. “Tidak sekadar bangun jalan, tapi juga harus perhatikan kapasitas dan bobot jalan yang dapat dilalui,” katanya.

Menurut Bhima, infrastruktur di KEK harus mampu memfasilitasi koneksi antara lokasi bahan baku dengan industri pengolahan sampai pada supply chain akhir, yakni pelabuhan. Dibutuhkan peti kemas dan pelabuhan dengan kapasitas cukup serta berda sayang secara internasional.

Permasalahan berikutnya adalah inisiatif pemerintah daerah (pemda). Bhima menilai, KEK di sejumlah daerah tidak mampu berkembang karena adanya kekurangan minat dari pemerintah setempat untuk mengelola. Padahal, KEK memiliki konsep inisiatif, di mana pemda harus mengajukan terlebih dahulu kepada pemerintah pusat.

Apabila banyak pemda yang tidak sepenuh hati, Bhima cemas, pembangunan KEK justru akan sia-sia. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat lebih fokus mengembangkan KEK eksisting dengan pemda yang lebih inisiatif.

Permasalahan berikutnya adalah promosi. Bhima menuturkan, masih banyak investor luar negeri dan perusahaan multinasional yang belum mengetahui bahwa Indonesia sudah mengembangkan banyak KEK. Ia menganjurkan keterlibatan aktif dari aparatur sipil. “Misalnya, dubes (duta besar) di tiap negara,” ujarnya.

Pada tahun ini, pemerintah menargetkan 17 KEK akan berjalan. Saat ini, setidaknya sudah ada 12 KEK yang beroperasi dengan komitmen investasi Rp 104,54 triliun. Di antaranya KEK Tanjung Lesung, Tanjung Kelayang, Bitung dan Morotai.

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menyebutkan, setidaknya kini ada tiga KEK yang masih dalam proses pembentukan draf Peraturan Pemerintah (PP), yakni KEK Singasari, Sungailiat dan Tanjung Gunung. “Tambahan lagi, KEK Batam, sekarang sedang dalam proses permohonan,” tuturnya saat ditemui di Jakarta.

Di luar itu, Susiwijono mengatakan, KEK di Likupang, Sulawesi Utara, baru saja mengajukan permohonan. Menurutnya, masih banyak tambahan lagi, hanya saja yang sudah maju dalam draft RPP adalah tiga KEK.

Terbaru, pemerintah meresmikan tiga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sekaligus pada Senin (1/4). Tiga KEK itu adalah KEK Bitung di Sulawesi Utara, KEK Morotai di Maluku Utara, dan KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Kalimantan Timur. Dalam rilis yang diterima Republika.co.id, ketiganya ditargetkan dapat menarik investasi Rp 110 triliun dan menyerap 120 ribu tenaga kerja. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement