REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ajang Pemilihan Umum (Pemilu) dinilai memberikan efek relaksasi pada pasar keuangan Tanah air. Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C Permana melihat, di pasar primer khususnya, investor cenderung menahan pembelian.
"Begitupun dengan issuer (pemerintah) dalam menerbitkan SBN (Surat Berharga Negara)," ujar Fikri saat dihubungi Republika.co.id, Senin (8/4).
Bagi investor, menurut Fikri, kecenderungan untuk mengambil keputusan investasi di tengah ketidakpastian dari sisi politik seperti pemilu tampaknya akan menjadi pilihan seiring dengan penantian hasil nantinya. Bercermin dari dua periode Pemilu sebelumnya, 2009 dan 2014, perilaku relaksasi, yang dilakukan hanya berdampak antara dua minggu sebelum dan dua minggu setelah waktu pemilihan. Hal tersebut khususnya sangat terlihat di pasar sekunder.
Merujuk pada data yang dirilis dari laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), terlihat bahwa pada Pemilu 2009, penurunan perdagangan hanya mengalami penurunan pada pekan pertama dan pekan kedua Juli saja.
"Sedangkan Pemilu 2014, merujuk pada data DJPPR, terlihat perdangan hanya mengalami penurunan pada pekan kelima Mei serta pekan pertama dan kedua Juli," tambah Fikri.
Fikri mengatakan dampak yang sama juga akan terjadi pada investor asing. Menurutnya, dalam menentukan pilihan investasi mereka di SBN Indonesia, investor asing sebenarnya lebih cenderung melihat faktor nilai tukar rupiah serta kondisi tingkat suku bunga baik return, kupon ataupun yield.