Selasa 02 Apr 2019 05:15 WIB

Soal Data E-Commerce, Pemerintah Perlu Libatkan Pihak Ketiga

Pengumpulan data e-commerce sudah dimulai sejak awal 2018 oleh Badan Pusat Statistik

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Perniagaan elektronik atau e-commerce.
Foto: Pixabay
Perniagaan elektronik atau e-commerce.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai, pendataan selalu menjadi permasalahan utama bagi Indonesia. Tidak terkecuali pengumpulan data transaksi e-commerce yang sudah dilakukan pemerintah sejak awal tahun lalu.

Faisal menilai, banyak faktor penghambat proses pendataan di Indonesia. Salah satunya, keterbatasan anggaran pemerintah untuk mengumpulkan informasi. "Jangankan e-commerce, data UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) saja yang sudah ada sejak lama di Indonesia masih sulit dikumpulkan," tuturnya ketika dihubungi Republika, Senin (1/4).

Baca Juga

Sebagai solusi, Faisal menganjurkan agar pemerintah memaksimalkan kerja sama dengan pihak ketiga dan menggunakan teknologi terkini untuk mengumpulkan data e-commerce. Misanya, penggunaan sistem big data yang dihimpun dari sistem pengembangan perusahaan teknologi.

Faisal menyebutkan, proses pengumpulan data e-commerce memang membutuhkan biaya tidak sedikit dan proses yang lama. Tapi, dampaknya akan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Apalagi, pemerintah kini sedang gencar menyiapkan industri dalam negeri memasuki revolusi industri 4.0 yang terkait erat dengan ekonomi digital, termasuk e-commerce.

Apabila permasalahan data sudah beres, Faisal menambahkan, pemerintah dapat langsung melakukan intervensi kebijakan dari dua sisi. Pertama, menunjang UMKM untuk bisa memenuhi kriteria masuk ke platform marketplace maupun sistem e-commerce lain.

"Bukan hanya pendanaan, juga pendampingan dari segi pemasaran, kemasan dan sebagainya," katanya.

Di sisi lain, pemerintah juga dapat mengintervensi dari pihak penyedia platform e-commerce. Mereka harus didorong untuk bisa memanfaatkan produk UMKM lokal. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya menjadi pasar, juga produsen di ekosistem ekonomi digital.

Tapi, Faisal menegaskan, pemerintah juga tetap harus membuat kebijakan yang memberikan iklim kondusif. Mereka tidak dapat sekadar memaksa kebijakan, juga harus memberikan insentif untuk mendorong pelaku usaha dapat terlibat aktif.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mulai mengumpulkan data e-commerce sejak awal 2018. Data yang akan direkam antara lain data transaksi, penggunaan teknologi, investasi luar dan dalam negeri hingga metode pembayaran.

Kepala BPS Suhariyanto mengakui, proses pendataan masih menemukan banyak hambatan. Ia bahkan terlihat pesimistis data yang sudah mulai dikoleksi pada tahun lalu itu dapat berhasil dikumpulkan dan dianalisa sampai akhir 2019.

Suhariyanto menyebutkan beberapa faktor yang menjadi kendala. Salah satunya, belum ada benchmark bagi institusi dalam mengoleksi informasi yang dibutuhkan mengingat ini menjadi kegiatan perdana BPS terkait data transaksi e-commerce. "Sesuatu yang baru, sehingga agak susah bagi negara kita," ujarnya ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (1/4).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement