Sabtu 23 Nov 2019 05:18 WIB

Pengamat: Regulasi Pajak E-Commerce Mendesak

Respon pemerintah terhadap perkembangan e-commerce dinilai lambat.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
ecommerce
ecommerce

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, regulasi mengenai pengenaan pajak terhadap transaksi perdagangan daring (e-commerce) memang sudah mendesak. Sebab, sektor ini akan semakin tumbuh dan berkembang pesat yang berpotensi semakin sulit untuk dikelola.

Yustinus menjelaskan, aturan tidak selalu harus bermakna agresif atau membebani industri. Regulasi yang dirancang harus fokus untuk membuat level of playing field yang setara dan adil.

Baca Juga

Tidak kalah penting, juga mendorong pelaku konvensional ke platform digital. "Dengan arahan ini, regulasi e-commerce menjadi penting," ucapnya ketika dihubungi Republika, Jumat (22/11).

Yustinus mengakui, respon pemerintah terhadap perkembangan ekonomi digital masih terlampau lambat. Hal ini terlihat dari regulasi yang belum memadai dan menyeimbangi kecepatan pertumbuhan ekonomi digital. Dampaknya, transaksi jual-beli secara elektronik yang sudah mencapai lebih dari Rp 68 triliun per tahun tidak diiringi dengan kenaikan penerimaan pajak.

Yustinus menekankan, permasalahan mendasar yang patut dicatat pemerintah adalah fleksibilitas bisnis e-commerce. Sifat bisnis ini cenderung sensitif terhadap kebijakan.

Bisnis dengan basis digital akan lebih mudah berpindah domain apabila mereka menilai kebijakan pemerintah kurang kompetitif. Hal ini yang membuat pemerintah sangat berhati-hati merancang regulasi.

Tantangan pembuatan regulasi semakin tinggi mengingat ekonomi digital bukan sekadar perubahan cara berdagang. Lebih dari itu, berbicara ekonomi digital sama saja berbicara ekosistem baru yang sama sekali berbeda dengan kegiatan bisnis konvensional.

Yustinus mengakui, penolakan akan terus ada terhadap regulasi pajak e-commerce. Ini terkait dengan sensitivitas, seolah pemerintah hanya mengejar para pelaku e-commerce. "Padahal, yang jualan di medsos juga banyak dan belum terkejar," katanya.

Tapi, dengan berbagai tantangan ini, Yustinus tetap menekankan urgensi pajak e-commerce. Dengan kebijakan tersebut, akan ada kepastian hukum dan kesetaraan dalam ‘arena bermain’ antara pelaku usaha e-commerce dengan offline. Penerimaan pajak pun berpotensi meningkat.

Sementara itu, Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menyebutkan, pemerintah harus menyasar dua hal dari e-commerce. Yakni, domestik dan lintas batas.

Untuk domestik, Darussalam menambahkan, fokusnya adalah bagaimana otoritas pajak mendapatkan data dari penyedia marketplace terkait dengan transaksi yang terjadi di tempatnya. Sedangkan, untuk lintas batas, bagaimana pemerintah dapat memajaki transaksi over the top, yaitu melalui pembuatan aturan yang bersifat unilateral sembari menunggu konsensus global mengenai pemajakan digital rampung pada 2020.

"Intinya adalah, bagaimana DJP (Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan) mendapatkan data untuk e-commerce domestik dan hak pemajakan untuk e-commerce lintas batas," tutur Darussalam.

Penarikan pajak e-commerce sudah menjadi isu besar di pemerintah, terutama Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hanya saja, implementasinya belum dilakukan sampai saat ini.

Terbaru, Menteri Keuangan Sri Mulyani justru memutuskan menarik regulasi awalan penarikan pajak e-commerce, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce). Regulasi ini diundangkan pada akhir Desember 2018 yang ditarik oleh Sri pada Maret 2019.

Tapi, Sri memastikan, upaya penarikan pajak e-commerce akan tetap dilakukan. Ia bahkan menitipkan pesan kepada Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo yang baru dilantik pada Jumat (1/11).

"Dalam menghadapi tantangan perubahan teknologi, urusan perpajakan dan penerimaan pajak bagi ekonomi digital dan e-commerce menjadi sangat penting," tutur Sri.

Sementara itu, Suryo mengatakan, pemerintah akan terus berupaya mengejar pajak ekonomi digital secara keseluruhan, termasuk e-commerce. Khususnya dalam menghadapi perlambatan penerimaan pajak yang terjadi sepanjang 2019 akibat perlambatan perekonomian global.

“Kita terus (kejar), khususnya dalam 2 bulan ke depan ini. Apalagi kita melihat denyutnya untuk kegiatan usaha itu bertambah kita memang fokus dan kita lihat secara spesifik perusahaan yang seperti itu," ujar Suryo dalam konferensi pers pemaparan kinerja APBN di Gedung Dhanapala, Jakarta, Senin (18/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement