Selasa 31 Oct 2023 16:28 WIB

Kesepakatan Alot, Pemerintah Akhirnya Tegas Kumpulkan Data e-Commerce

Pemerintah pun menjamin data yang dikumpulkan oleh e-Commerce tetap bersifat rahasia.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Warga menggunakan perangkat elektronik untuk berbelanja obat secara daring di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (24/10/2022).
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Warga menggunakan perangkat elektronik untuk berbelanja obat secara daring di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (24/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Setelah hampir lima tahun menunggu, pemerintah bakal segera mengantongi data-data transaksi jual beli barang dan jasa melalui platform e-Commerce yang selama ini sulit diperoleh. Pemerintah pun menjamin data yang dikumpulkan oleh e-Commerce tetap bersifat rahasia. 

Deputi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin menjelaskan, keinginan pemerintah untuk bisa mendapatkan data transaksi e-Commerce yang beroperasi di Indonesia dimulai sejak 2019 di mana telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). 

Baca Juga

Adapun, dalam PP tersebut mengamanatkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga yang ditugaskan untuk mengumpulkan data dari para pelaku e-Commerce

Namun, nyatanya BPS baru dapat merealisasikan penghimpunan data mulai awal 2024 setelah menerbitkan Peraturan BPS Nomor 4 Tahun tentang Penyampaikan dan Pengelolaan Data dan/atau Informasi PMSE. 

“Ini sudah sangat terlewat jauh dari PP 80 yang dikeluarkan tahun 2019. Ini (peraturan BPS) seharusnya dikeluarkan tahun 2019 atau 2020,” kata Rudy di Jakarta, Senin (30/10/2023). 

Ia mengungkapkan, alotnya kesepakatan dengan pelaku e-Commerce untuk bisa memperoleh data karena harus dilakukan banyaknya tarik ulur antara pemerintah dan pelaku usaha. 

Pascaterbitnya peraturan BPS, ia menjelaskan, proses mendapatkan data dari para e-Commerce belum selesai. BPS masih harus melakukan sosialisasi dan dialog secara menyeluruh. 

Rudy mengatakan, pemerintah ingin agar ada solusi win-win dengan pelaku usaha sehingga tak ada yang merasa dirugikan. “Dan, semua secara sadar dan sukarela untuk menyampaikan data itu untuk keperluan yang lebih besar ke depan,” ujarnya. 

Sebagai informasi, data dan informasi yang wajib disampaikan kepada BPS oleh e-Commerce yakni keterangan umum perusahaan, tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran, kategori produk, kategori wilayah, transaksi, metode pembayaran serta jumlah penjual dan pembeli. Data tersebut wajib diberikan setiap tiga bulan sekali. 

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), Bima Laga, menambahkan, perjalanan panjang kebijakan data e-Commerce itu karena beberapa masukan terkait klasifikasi jenis data yang harus disampaikan. 

Seiring dengan terbitnya peraturan baru dari BPS, diharapkan sosialisasi yang dilakukan akan masif dan menyentuh seluruh pelaku. 

Bima menambahkan, sejauh ini ada tujuh klasifikasi model bisnis e-Commerce yang ada di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan, akan muncul model bisnis e-Commerce baru lainnya yang mungkin belum masuk ke dalam cakupan BPS. 

Oleh karena itu, pihaknya berharap agar aturan yang baru dikeluarkan BPS bisa bersifat dinamis sehingga dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan e-commerce di Tanah Air. 

“Saat ini kita masih berfokus dan berpusat di marketplace (toko online) tapi sektor-sektor lainnya itu berpotensi untuk digabungkan menjadi ekonomi digital yang bisa bagus dalam pengambilan data,” kata Bima. 

Bima menekankan, kewajiban penyampaian data e-Commerce juga tak hanya diberikan bagi anggota idEA yang punya sekitar 230 anggota. Melainkan, seluruh e-Commerce yang punya izin PMSE dan beroperasi di Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement