Senin 01 Apr 2019 14:55 WIB

Ekspor Dikurangi, Gapkindo Yakin Harga Karet Dunia Bisa Naik

Pada 2018, nilai ekspor karet mengalami penurunan menjadi 4,17 miliar dolar AS

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Petani menyadap pohon karet di kebunnya yang berada di Blambangan Umpu, Waykanan, Lampung, Sabtu (21/7). Dipicu penurunan produksi akibat kemarau harga karet beranjak naik, kering 2 minggu dari Rp10 ribu/kg menjadi Rp11 ribu/kg dan kering satu bulan dari R
Foto: ANTARA/Garifianto
Petani menyadap pohon karet di kebunnya yang berada di Blambangan Umpu, Waykanan, Lampung, Sabtu (21/7). Dipicu penurunan produksi akibat kemarau harga karet beranjak naik, kering 2 minggu dari Rp10 ribu/kg menjadi Rp11 ribu/kg dan kering satu bulan dari R

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo optimistis harga karet di level bursa komoditas internasional meningkat usai diberlakukannya pengurangan ekspor oleh tiga negara produsen karet dunia yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC).

“Kami optimis kenaikan harga karet di Sicom (Bursa Komoditas Singapore) berkisar 1.600 dolar AS per metrik ton,” kata Moenardji saat dihubungi Republika, Senin (1/4).

Baca Juga

Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan (Kepemendag) nomor 779 tahun 2019, pelaksanaan kebijakan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) ke-6 dilakukan oleh Gapkindo. Dia menjelaskan, meski Gapkindo merupakan pelaksana penerapan AETS, efektivitas kebijakan yang disusun guna merangsang harga karet dapat  meningkat di tingkat global dijalankan secara bersama-sama oleh tiga negara ITRC.

Untuk itu sebagai pelaksana di dalam negeri, dia memastikan partisipasi kalangan pengusaha dan perusahaan karet akan optimal dalam mendukung kebijakan AETS ke-6 yang telah disepakati. Menurutnya, pengaruh ketiga negara terhadap ketentuan harga karet global melalui AETS cukup terasa dampaknya.

“Kami akan tegur anggota kami bila dalam pelaksanaannya itu mereka melanggar, bentuknya berupa surat teguran. Nanti yang memberikan sanksi bisa jadi pemerintah, karena kan sudah ada Kepemendag-nya,” kata dia.

Berdasarkan catatan Kemendag pada 2018, nilai ekspor karet mengalami penurunan menjadi 4,17 miliar dolar AS dengan volume ekspor sebesar 2,95 juta ton. Sementara pada Januari 2019, nilai ekspor karet alam mencapai 273 dolar AS dengan volume ekspor sebesar 2010,37 ribu ton.

Berdasarkan beberapa kebijakan AETS yang pernah dilakukan pada 2018 lalu, harga karet global berhasil meningkat naik dari 1,21 dolar AS pada November 2018, menjadi 1,4 dolar AS saat ini. Dengan adanya komitmen pengurangan ekspor oleh tiga negara ITRC ini, Indonesia berharap harga karet alam global dapat menyentuh 1,5 dolar AS per kilogram.

Diketahui, dalam kebijakan AETS ke-6 ini, Indonesia dan Malaysia terlebih dulu memulai menerapkan kebijakan pengurangan ekspor per 1 April ini. Sementara itu Thailand baru memulai pengurangan ekspornya pada 20 Mei mendatang. Menurut Moenardji, menyusulnya Thailand dalam menerapkan kebijakan tersebut tidak berpengaruh terhadap target capaian harga karet yang diinginkan ketiga negara.

“Karena Thailand sedang ada urusan dalam negerinya (pemilu), (keterlambatan) ini tidak berpengaruh pada harga. Ini kan sudah komitmen dari ketiga negara. Kita optimistis saja,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement