Kamis 29 Nov 2018 14:06 WIB

Pabrik Karet Sintetis Pertama di Indonesia Diresmikan

Pabrik karet sintetis ini memiliki kapasitas produksi 120 ribu ton per tahun

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (batik kuning) meresmikan pabrik karet sintetis pertama di Indonesia, Kamis (29/11). Pabrik milik PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI) yang terletak di Cilegon, Banten ini difokuskan untuk ekspor.
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (batik kuning) meresmikan pabrik karet sintetis pertama di Indonesia, Kamis (29/11). Pabrik milik PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI) yang terletak di Cilegon, Banten ini difokuskan untuk ekspor.

REPUBLIKA.CO.ID, CILEGON -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meresmikan pabrik karet sintetis pertama di Indonesia, Kamis (29/11). Pabrik milik PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI) ini terletak di Cilegon, Banten. Produksi karet sintetis tahap pertama dari pabrik ini akan ditujukan untuk ekspor semua, khususnya ke kawasan ASEAN.

Airlangga mengatakan, pendirian pabrik karet sintetis ini merupakan salah satu hasil kebijakan insentif fiskal tax holiday. Nilai investasi yang ditanamkan mencapai 435 juta dolar AS. "Ini membuktikan, insentif yang sudah dibuat memang efektif dalam menarik investor untuk masuk ke Indonesia," ujarnya ketika ditemui usai peresmian pabrik.

Dari total investasi tersebut, pabrik karet sintetis milik SRI akan beroperasi dengan kapasitas produksi 120 ribu ton tiap tahun. Nilai ekspor dari hasil produksinya diprediksi mencapai 250 juta dolar AS.

Menurut Airlangga, ini menjadi bukti upaya pemerintah dalam mendorong industri untuk ekspor. Dengan kehadiran pabrik karet sintetis ini, Indonesia sudah memiliki industri manufaktur untuk bahan baku ban yang lengkap. Ada karet alam, carbon black yang juga sedang dilakukan ekspansi, tire core dan silika.

"Dengan demikian, komponen ban bisa dari dalam negeri dan meningkatkan daya saing industri Indonesia," ucap Airlangga.

Potensi pemanfaatan karet sintetis untuk industri terbilang besar. Dalam bidang otomotif, Airlangga menjelaskan, karet sintetis berkontribusi hingga 25 persen terhadap bahan baku. Selain itu, bahan baku ini dapat dimanfaatkan sebagai sarung tangan, selang dan benang karet.

Dalam waktu dekat, pemerintah juga akan memanfaatkan karet sebagai bahan dasar infrastruktur, yakni aspal. Menurut Airlangga, pemerintah sedang menggarap pilot project di Sumatera Selatan.

"Pemerintah juga dorong pabrik masterbatch agar program TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) karet tujuh persen dapat diserap untuk infrastruktur," katanya.

Airlangga menambahkan, pembangunan pabrik karet sintetis ini juga menjadi momentum kelahiran kembali kawasan Cilegon sebagai sentra petrochemical steels. Sebab, saat pertama dibangun di era kepemimpinan Soeharto, kawasan ini masih terbilang konvensional. Kini, melalui program Making Indonesia 4.0, Cilegon sudah terbangun kembali dengan fasilitas modern.

SRI merupakan produsen karet sintetis pertama di Indonesia yang memproduksi Polybutadiene rubber dan Solution Styrene Butadiene Rubber. SRI adalah gabungan hasil kerja sama Michelin dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan kepemilikan saham masing-masing 55 persen dan 45 persen.

Presiden Direktur SRI Brad Karas mengatakan, kehadiran pabrik ini memperkuat sektor manufaktur dengan menghasilkan berbagai produk bernilai tambah. Sebab, di pabrik ini, digabungkan bahan baku dari Chandra Asri dengan teknologi Michelin.

"Di dalamnya, kami mengubah bahan mentah menjadi produk setengah jadi yang digunakan sebagai komponen utama untuk hasilkan ban ramah lingkungan," ujarnya.

Brad mengatakan, proses produksi di pabrik sudah mulai berjalan sejak Agustus yang menghasilkan sekitar 8.000 ton. Sisanya, sekitar 100 ribu ton akan diproduksi pada tahun depan. Untuk mencapai kapasitas terpasang 120ribu ton, baru bisa terjadi pada masa produksi berikutnya.

Brad menjelaskan, upaya SRI ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara melalui penguatan sektor manufaktur dalam negeri dan ekspor.

Berdasarkan data Kemenperin, ekspor industri manufaktur Indonesia terus mengalami peningkatan tiap tahun. Pada kuartal ketiga 2018, ekspor mencapai 97,52 miliar dolar AS, meningkat 5,71 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya yakni 92,25 miliar dolar AS.

Dalam kurun waktu itu, ekspor produk industri memberikan kontribusi 72 persen dari total ekspor nasional yang mencapai 134,99 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement