Kamis 25 Apr 2019 17:15 WIB

Pemerintah Targetkan Ekspor Mobil Tumbuh 15 Persen Tahun Ini

Tahun lalu realisasi ekspor mobil mencapai 345 ribu unit

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Pengunjung berjalan di dekat mobil baru siap ekspor yang terparkir di PT Indonesia Kendaraan Terminal atau IPC Car Terminal, Cilincing, Jakarta, Senin (18/3/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Pengunjung berjalan di dekat mobil baru siap ekspor yang terparkir di PT Indonesia Kendaraan Terminal atau IPC Car Terminal, Cilincing, Jakarta, Senin (18/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan ekspor mobil tahun ini dapat tembus 400 ribu unit atau tumbuh 15,6 persen dari capaian tahun lalu sebesar 345 ribu unit. Peningkatan target tersebut seiring tumbuhnya permintaan konsumen, khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, saat ini ekspor mobil Indonesia merupakan yang terbesar si kawasan Asia Tenggara. Adapun negara tujuan ekspor produk mobil Indonesia ada di Filipina, Vietnam, dan Thailand yang baru saja membuka diri. Dia menambahkan, peluang peningkatan ekspor mobil Indonesia juga ada di pasar Australia.

Baca Juga

“Kalau di Australia, kita yakin bisa ambil pasar tersebut karena kita sudah teken kerja sama melalui IA-Cepa (Indonesia-Australia Comprehensive Agreement),” kata Airlangga dalam keterangan pers yang diterima Republika, Kamis (25/4).

Dia menjelaskan, saat ini pemerintah masih menunggu ratifikasi parlemen kedua belah pihak. Tetapi apabila sudah diratifikasi, potensi untuk ekspor mobil terbuka, termasuk kendaraan electric vehicle, yang diberikan prioritas oleh pemerintah Australia.

Menurut Airlangga, industri otomotif merupakan salah satu sektor manufaktur yang sudah memiliki struktur dalam di Indonesia, mulai dari hulu sampai hilir. Misalnya, kata dia, Indonesia sudah mempunyai bahan baku seperti baja, plastik, kaca, ban, dan mesin tersebut sudah diproduksi di dalam negeri.

“Lokal konten rata-rata di atas 80 persen. Nah, Ini yang nanti akan menjadi andalan ekspor kita,” kata dia.

Di samping itu, kata Airlangga, potensi industri otomotif di Indonesia cukup besar, dengan jumlah produksi mobil yang mencapai 1,34 juta unit atau senilai 13,76 miliar dolar AS sepanjang tahun 2018. Saat ini, terdapat empat perusahaan otomotif besar telah menjadikan Indonesia sebagai rantai pasok global.

Dalam waktu dekat, akan ada beberapa principal otomotif lagi yang bergabung dan akan menjadikan Indonesia sebagai hub manufaktur otomotif di wilayah Asia. Hal tersebut menurut Airlangga akan menggenjot kinerja industri otomotif guna mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Apalagi saat ini, industri mobil menyerap tenaga kerja yang banyak lebih dari satu juta orang.

Oleh karena itu, kata dia, industri otomotif terpilih menjadi bagian dari lima sektor manufaktur andalan dalam implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Selain mendapat prioritas pengembangan untuk lebih berdaya saing global, pemerintah juga mendorong industri otomotif siap memasuki era industri 4.0.

“Di dalam roadmap tersebut, ditargetkan pada tahun 2030, Indonesia dapat menjadi basis produksi kendaraan bermotor Internal Combustion Engine (ICE) maupun Electrified Vehicle untuk pasar domestik maupun ekspor,” kata dia.

Untuk itu menurutnya, hal tersebut perlu didukung kemampuan industri dalam negeri mulai dari memproduksi bahan baku dan komponen utama sampai pada optimalisasi produktivitas sepanjang rantai nilainya. Dia menambahkan, dalam peta jalan pengembangan industri kendaraan nasional, pemerintah menargetkan sebanyak 20 persen dari total produksi kendaraan baru di Indonesia sudah berteknologi tenaga listrik pada tahun 2025.

Hal tersebut dilakukan guna mendukung komitmen Pemerintah Indonesia dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (CO2) sebesar 29 persen pada tahun 2030, sekaligus menjaga kemandirian energi nasion. Dalam program strategis tersebut juga disiapkan pengembangan kendaraan emisi karbon rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Pengembangan LCEV ini meliputi untuk Kendaran Hemat Energi Harga Terjangkau (LCGC), Electrified Vehicle dan Flexy Engine. 

Adapun program yang akan dijalankan, antara lain untuk memperkenalkan kendaraan ramah lingkungan, kemudian terkait penerimaan masyarakat terhadap kendaraan electrified vehicle, kenyamanan berkendara, infrastruktur pengisian energi listrik, rantai pasok dalam negeri, adopsi teknologi dan regulasi, serta dukungan kebijakan baik fiskal maupun nonfiskal.

Untuk itu, kata Airlangg, strategi dalam mendukung pengembangan LCEV, di antaranya berupa insentif fiskal tax holiday atau mini tax holiday untuk industri komponen utama, seperti industri baterai dan industri motor listrik (magnet dan kumparan motor). Insentif tersebut diproyeksi  dapat meningkatkan investasi masuk ke Indonesia.

“Kami  juga telah mengusulkan insentif super deductible tax sampai dengan 300 persen untuk industri yang melakukan aktivitas litbang dan desain, serta 200 persen untuk industri yang terlibat dalam kegiatan vokasi,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement