Kamis 25 Jul 2019 10:25 WIB

Produksi Karet Indonesia Diproyeksi Turun 15 Persen

Ratusan ribu hektare perkebunan karet diserang wabah penyakit gugur daun karet.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Seorang petani melakukan penyadapan getah karet di Perkebunan PTPN VIII Panglejar, Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (3/7/2019).
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Seorang petani melakukan penyadapan getah karet di Perkebunan PTPN VIII Panglejar, Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (3/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saat ini penyakit gugur daun karet yang disebabkan cendawan (jamur) Pestalotiosis menyebabkan produksi karet turun hingga 15 persen. Penurunan produksi juga berpengaruh terhadap kinerja ekspor karet.

Per 16 Juli 2019, penyakit tersebut menyerang provinsi sentra karet seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur seluas 381,9 ribu hektare. Angka itu meliputi serangan dingan seluas 149,6 ribu kehtare dan serangan berat seluas 232,4 ribu hektare.

Baca Juga

“Penyakit ini sudah cukup luas cakupannya di perkebunan karet kita, dan ini sudah dalam tahapan mengkhawatirkan,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Mahmud, di Jakarta, Rabu (24/7).

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono mengatakan, sejak 16 Juli 2019 pihaknya telah menerjunkan tim untuk mengidentifikasi dan melakukan kajian di lapangan penyebab dari serangan yang terjadi di enam provinsi tersebut.

Berdasarkan kajian yang diperoleh, wabah penyakit pada tanaman karet itu disebabkan anjloknya harga karet yang membuat pendapatan petani menurun. Pendapatan yang menurun itu juga secara otomatis mengurangi daya produksi petani dalam merawat pohon karetnya.

Dia menjelaskan, meski saat ini harga karet global tengah mengalami peningkatan sejak Januari 2019 sebesar 1,4 dolar AS per kilogram (kg), namun hal itu belum secara langung berdampak terhadap daya produksi petani. Sebab, harga karet global yang anjlok telah lama terbentuk di pasar global.

“Ya, petani juga pasti sulit untuk menalangi biaya perawatan pohonnya. Hasil produksi yang mereka dapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, kalau untuk perawatannya sulit,” kata dia.

Dia memproyeksi, dengan melandanya penyakit dan cendawan itu, penurunan produksi karet secara nasional sepanjang 2019 ditaksir hingga 15 persen. Di sisi lain, dia menyebut, melandanya penyakit gugur daun Pestalotiopsis bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara-negara produsen karet lainnya terutama di Semenanjung Malaka, Malaysia.

Untuk itu saat ini pihaknya akan melakukan upaya pengendalian dengan menggunakan fungisida berbahan aktif heksakonazol atau propikonazol dan bantuan pupuk. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan ketahanan tanaman karet terhadap serangan penyakit.

Berdasarkan catatan Kemenko Perekonomian, Indonesia memiliki perkebunan karet dengan luas mencapai 3,66 juta hektare pada 2017. Luasan tersebut memberikan kontribusi produksi sebesar 3,68 juta ton dengan produktivitas mencapai 1,19 ton per hektare.

Adapun perkebunan karet Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat sebesar 85 persen. Sebagai catatan, karet merupakan salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia yang berkontribusi besar terhadap devisa negara. Adapun volume akspor ekspor karet mencapai 2,99 juta ton dengan nilai 5,10 miliar dolar AS.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo mengatakan, sepanjang semester pertama ini perusahaan karet Indonesia mengalami kekurangan suplai bahan baku. Tak hanya itu, realisasi ekspor karet pun turun hingga 200 ribu ton lebih dalam periode Januari-Juni 2019.

“Ini kali pertama di Indonesia kinerja ekspor karetnya turun sangat jauh, bahkan dalam magnitude ratusan ribu ton,” kata Moenardji.

Dengan adanya proyeksi penurunan produksi karet itu, dia menyebut ada kemungkinan besar kinerja ekspor bakal berkurang lebih jauh lagi. Untuk itu dia meminta kepada seluruh elemen agar memerhatikan sisi keberlanjutan dari berbagai aspek. Mulai dari petani, produsen, hingga pasar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement