Kamis 28 Mar 2019 16:02 WIB

2019, Perusahaan Pembiayaan Targetkan Pertumbuhan 7 Persen

Porsi bisnis pembiayaan mengandalkan penuh dari penjualan motor dan mobil.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Adira Finance, salah satu perusahaan pembiayaan di dalam negeri.
Adira Finance, salah satu perusahaan pembiayaan di dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) memproyeksikan pertumbuhan bisnis pembiayaan melalui kredit pada tahun ini bisa mencapai 7 persen. Target itu meningkat dari realisasi pertumbuhan tahun lalu sebesar 5 persen.

Ketua APPI, Suwandi Wiratno, mengatakan, porsi bisnis pembiayaan mengandalkan penuh dari penjualan motor dan mobil. “Kenapa kita belum bisa tumbuh dua digit? Karena pertumbuhan kita sejalan dengan pertumbuhan ekonomi,” kata Suwandi kepada Republika.co.id, di Jakarta, Kamis (28/3).

Baca Juga

Ia mengatakan, penjualan mobil tahun ini diprediksi tidak akan jauh berbeda dengan realisasi tahun lalu. Sementara, penjualan motor sementara diproyeksikan mengalami peningkatan sebesar 10 persen. Adapun, pembiayaan untuk alat berat tidak lagi dapat menjadi sektor andalan perusahaan pembiayaan.

Karena itu, APPI berharap industri otomotif tahun ini bisa memiliki pertumbuhan yang baik. Sebab, hal itu akan sangat berdampak pada kegiatan bisnis dari perusahaan pembiayaan. “Kita sekarang juga tidak bisa bersaing dengan bank, apalagi dengan financial technology (fintech) yang tidak banyak rambu-rambunya (peraturan),” kata Suwandi.

Ia berharap tahun ini akan banyak kolaborasi yang dapat dilakukan antara perusahaan pembiayaan dan tekfin pinjaman atau peer to peer lending. Menurut dia, leasing juga tidak bisa bersaing dengan tekfin. Begitu pun tekfin bukan menjadi ancaman bagi leasing. Sebab, keduanya memiliki pangsa pasar masing-masing.

Perusahaan pembiayaan hanya dapat menyentuh sektor pembiayaan berupa pinjaman dalam jumlah besar dan jangka waktu yang lama. Sementara tekfin, bisa memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada nasabah yang tidak memiliki jaminan. Namun, pembayaran dilakukan dalam jangka pendek dengan bunga yang tinggi.

“Kita tidak akan ketemu dengan mereka justru kita harus berkolaborasi. Misalnya, kita sudah punya banyak tenaga kolektor untuk bantu fintech jika ada kredit macet,” ujar dia. Selain itu, ia menambahkan, bagi perusahaan tekfin yang ingin menyentuh pembiayaan mobil dan motor dapat menggandeng leasing untuk mempermudah skema bisnis.

“Kita sama-sama saja mendorong ke depannya untuk sinergi, berkolaborasi,” ujarnya menambahkan.

Sementara itu, Chief Executive Officer Datagensia, Ferizal Ardiansyah, mengatakan, sebagai perusahaan tekfin yang juga bergerak di sektor peminjaman, pihaknya masih ingin mengembangkan usaha tanpa intervensi pihak lain.

Menurut dia, belum ada perusahaan tekfin yang menjalin kerja sama langsung dengan leasing. Sebab, karakteristik skema bisnis yang dimiliki leasing dan tekfin cenderung berbeda. Salah satunya, dalam waktu penyediaan dana bagi nasabah. Dimana, tekfin hanya membutuhkan waktu paling cepat satu jam, sedangkan leasing lebih dari satu hari.

Selain itu, sektor yang disentuh juga berbeda. Ia mengatakan, perusahaan pembiayaan di Indonesia harus berbenah dan tidak bisa sekadar mengandalkan bisnis konvensional. Sebab, industri tekfin kian hari makin geliat.

“Menurut saya, semua tekfin masih wait and see karena leasing agak beda dengan leasing,” ujar dia.

Ia menambahkan, untuk mewujudkan kolaborasi, perusahaan pembiayaan harus menyesuaikan proses bisnis seperti yang dimiliki tekfin. “Begitu juga kita harus menurunkan sedikit tensi,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement