Kamis 28 Mar 2019 14:54 WIB

Siap Serap Pasokan Ayam, Aprindo: Asal Sesuai Harga

Harga rata-rata daging ayam ras segar di level konsumen di kisaran Rp 32.300 per kg

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Peternak ayam.
Foto: Humas Kementan
Peternak ayam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) siap membeli pasokan ayam dari Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) sesuai dengan kebutuhan konsumen ritel. Sejauh ini, mekanisme transaksi pembelian ayam oleh Aprindo ditetapkan dengan sistem yang telah ada, di mana harga yang ditawarkan penyuplai harus sebanding dengan besaran harga pasar.

“Kalau di ritel itu prinsipnya, kalau harga naik, ya kita akan bayar ke supplier sesuai besaran kenaikan. Kalau harga turun, kita ikuti juga,” kata Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta saat dihubungi Republika, Kamis (28/3).

Baca Juga

Dia menjelaskan, kebutuhan barang di ritel memang diatur dalam mekanisme kontrak antara perusahaan dengan penyuplai barang. Mekanisme tersebut berlaku untuk siapapun penyuplai yang menawarkan harga sesuai dengan kebutuhan ritel. Tutum menambahkan, sejauh ini banyak penyuplai ayam di ritel yang berasal dari keanggotaan sebuah asosiasi.

Kendati demikian, dia menjelaskan, selagi harga yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasar, ritel siap membeli tanpa perlu melihat latar belakang penyuplai. “Misalnya kompetitor ritel A dapat harga murah, sementara supplier saya beri harga mahal ke retail saya, saya pasti akan cari juga harga yang mirip-mirip dengan ritel A dong,” katanya.

Terkait dengan pembelian ayam dari Arphuin, pihaknya tidak dapat mematok harga ideal yang dapat dibeli oleh ritel anggota Aprindo. Berdasarkan tarif batas bawah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018, besaran tarif yang akan diserap Arphuin sebesar Rp 18 ribu per kilogram.

Sementara berdasarkan statistik Pusat Informasi Harga Pangan Strategi (PIHPS), harga rata-rata daging ayam ras segar di level konsumen masih pada kisaran Rp 32.300 per kilogram. Adapun harga di tiap-tiap provinsi berkisar Rp 23 ribu hingga Rp 39.950 per kilogram. Besaran harga tersebut masih dalam kisaran acuan yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 34 ribu per kilogram.

Kendati demikian, harga ayam di level peternak mengalami anjlok dalam beberapa waktu terakhir. Saat ini, rata-rata harga ayam di tingkat peternak menyentuh level Rp 11 ribu per kilogram. Harga tersebut diklaim oleh sejumlah asosiasi peternak sebagai harga yang lebih rendah dibanding biaya produksi sebesar Rp 19.500 per kilogram.

“Jadi ya pasti, kami akan lihat dulu harga yang ditawarkan (Arphuin). Dan kami tidak bisa membuka soal harga beli maupun yang akan kami jual, karena kan ada strategi bisnis dan lainnya,” kata dia.

Di luar negeri, kata dia, para asosiasi selalu menjaga antara pasokan dan kebutuhan suatu barang. Dia mencontohkan, jika suplai ayam melebihi kapasitas kebutuhan konsumen, asosiasi tersebut akan menyimpan stok ayam dalam kondisi beku sehingga dapat bertahan sambil mencari peluang solusi penyerapannya.

Oleh karena itu, kata dia, para asosiasi di sejumlah negara kerap dapat menyuplai kebutuhan pasar negaranya maupun negara lain yang membutuhkan pasokan ayam secara mendesak. Menurutnya, hal serupa juga dapat diterapkan di Indonesia asal prinsip suplai dan kebutuhannya terus diperbaiki.

“Masalahnya kan mungkin, kalau ayam itu hampir setiap hari lho ternak. Nah, harusnya yang di sisi ininya dibenahi dulu. Karena kalau kelebihan, pasar juga enggan beli dong, misalnya suatu ritel hanya butuh 100 kilogram, tapi dikasih 150 kilogram ya mana mau,” kata dia.

Dia menyarankan ada sistem kontrol di level budidaya untuk menghidupkan semua sektor, baik dari level peternak maupun dari sisi bisnis. Menurutnya, sistem kontrol antara produksi dengan kebutuhan adalah kunci menyiapkan pasokan yang ssesuai dengan mekanisme pasar yang memiliki sistem baku perdagangan.

Sementara menjelang bulan Ramadhan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku optimistis pasokan ayam di level peternak dapat terserap dengan baik oleh pasar. Menanggapi hal itu, Tutum mengakui akan adanya permintaan ayam lebih besar dari konsumen dalam momen-momen tertentu, kendati demikian pihaknya tidak bisa mengkalkulasi jumlah pasokan dengan momentum tersebut semata.

“Tapi kan begini, yang penting itu bukan harusnya dilempar ke mana. Hitung-hitungannya bukan hanya itu bagi ritel, tapi yang paling penting adalah bagaimana pasokan itu bisa terjaga sampai hari H,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement