Ahad 24 Mar 2019 08:06 WIB

Pemerintah dan Pengusaha Kaji Sistem Logistik Desa

Industri logistik masih terfokus pada pengiriman produk dari kota ke desa

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Truk angkutan barang melintas di ruas Tol Cipali, Jawa Barat. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Truk angkutan barang melintas di ruas Tol Cipali, Jawa Barat. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama pengusaha logistik tengah mengkaji sistem logistik desa (Sislogdes). Upaya ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem logistik barang dari desa ke perkotaan, seperti halnya sistem yang sudah terbangun dari kota ke desa.

Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, tujuan utama dari rancangan silogdes adalah memasarkan produk desa. Baik itu dalam bentuk komoditas pangan, buah-buahan ataupun produk jadi buatan masyarakat desa.

Baca Juga

"Banyak produk yang dihasilkan di desa dan dapat dimanfaatkan di kota," katanya ketika dikonfirmasi Republika, Ahad (24/3).

Selama ini, Yukki menilai, industri logistik masih terfokus pada pengiriman produk dari kota ke desa. Sebagian besar di antaranya dalam bentuk barang jadi seperti produk minimarket. Dampaknya, daya saing produk desa menjadi rendah, bahkan di lingkup kota/ kabupaten.

Ada beberapa daerah yang sudah memanfaatkan badan usaha milik desa (bumdes) untuk memasarkan produk. Tapi, Yukki menjelaskan, dampaknya belum meluas secara nasional dan baru terfokus pada daerah Jawa. Melalui silogdes, diharapkan sistem logistik dapat terbangun secara lebih merata hingga Kalimantan dan Sulawesi. 

Yukki mengakui, sampai saat ini, hanya sekitar tiga sampai lima persen anggota ALFI yang bergerak di logistik desa karena dianggap tidak menarik. Jika sislogdes sudah rampung, ia optimistis,  tingkat keterlibatan pengusaha logistik dapat semakin tinggi. "Sebab, sistemnya sudah ada, begitupun payung hukumnya," ucapnya.

Tantangan terbesar pemasaran produk desa adalah kualitas produk dan ongkos logistik yang mahal. Padahal, tidak sedikit produk desa memiliki kualitas baik dan mempunyai potensi pasar apabila diberikan akses memadai oleh pemerintah. Dua poin permasalahan tersebut akan dibahas solusinya di sislogdes.

Salah satu solusi yang akan dituangkan dalam sislogdes adalah pemahaman masyarakat mengenai penyimpanan dan pengemasan. Khususnya, terhadap produk pangan yang membutuhkan perlakuan khusus. "Sebanyak 40 persen hasil bumi yang dibawa desa ke kota mengalami kerusakan karena proses pemuatan dan distribusi yang tidak tepat," ujar Yukki.

Tidak hanya kepada pelaku usaha, pemahaman juga akan diberikan kepada kepala daerah yang kurang paham mengenai logistik atau supply chain. Terutama, untuk daerah-daerah dengan banyak produk unggulan yang dapat dimanfaatkan atau dijual di daerah lain.

Melalui sislogdes, Yukki menjelaskan, pengusaha logistik berkesempatan membawa produk desa ke kota dengan jumlah lebih banyak dibandingkan biasanya. Hal ini berpotensi meningkatkan efisiensi biaya produksi yang turut berdampak pada ongkos logistik. "Selama ini, truk desa ke kota banyak yang kosong atau tidak ada produk yang diangkut," ucapnya.

Yukki mengatakan, para pengusaha di industri logistik sudah memberikan gambaran mengenai sistem logistik dari desa ke kota selama ini. Mereka juga menghadirkan sejumlah solusi yang akan dikumpulkan dan diberikan kepada Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian.

Yukki menuturkan, belum ada target waktu yang diberikan pemerintah ataupun pengusaha untuk peresmian sislogdes. Tapi, menurutnya, lebih cepat akan lebih baik. "Bahkan kalau bisa, satu sampai dua bulan bisa selesai karena semua sudah tahu permasalahan dan solusinya," tuturnya.

Melalui aturan sislogdes, Yukki berharap, pemerataan ekonomi di berbagai daerah dapat terwujud. Tapi, terpenting, harus ada database komoditas unggulan dari setiap daerah yang berarti membutuhkan big data. Untuk mencapainya, keterlibatan aktif kementerian/ lembaga sangat dibutuhkan.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tantangan lain bagi produk desa untuk bersaing adalah standarisasi. Dampaknya, mereka menjadi sulit bersaing dengan produk industri yang terus membanjiri desa.

Selain itu, Darmin menambahkan, efek dari dominasi produk industri di desa adalah pemerataan ekonomi. Masyarakat pedesaan hanya mendapat 'sisa', sementara ‘kue besar’-nya sudah dihabiskan oleh pelaku industri besar.

Menurut Darmin, sudah ada beberapa usulan dari para pelaku untuk memperbaiki aliran barang desa ke kota ini. Salah satunya, membentuk sislogdes. "Kita mau coba rumuskan, supaya kita tahu bisa mulai dari mana," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement